ADVERTISEMENT
Rabu, 22 Desember 2021 22:47 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Setelah SHM didapat, mulai lah muncul permasalahan, di mana pada lahan itu juga muncul sertifikat atas nama PT Pakuan yang dipecah menjadi sembilan.
Karena hal itu, sertifikat keduanya pun akhirnya dibatalkan melalui SK Kanwil BPN di tahun 2017 lalu.
"Sejak saat itu, terjadilah sengketa kepemilikan lahan yang diketahui memiliki luas 90 hektar," ungkapnya.
Di tahun yang sama itu, saat sertifikat dibatalkan, akhirnya gerak-gerik mafia tanah mulai terlihat.
Pasalnya, kala itu juga terbit lagi sertifikat yang dikeluarkan BPN Depok di lahan sengketa yang kepemilikannya di pengadilan negeri tengah begulir.
"Padahal mengacu pada peraturan menteri negera agrari/ kepala BPN No. 3 tahun 1999 tentang pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pnerian hak atas tanah negara yang menyatakan, kepala kantor pertanahan kabupaten/kotamadya memberi keputusan mengenai pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2000 meter persegi. Dan ini di lahan seluas 90 hektar, surat itu bisa diterbitkan dari kabupaten atau kotamadya," terangnya.
Atas temuan itu, Benard berharap mafia tanah yang ada bisa segera dibersihkan. Bukan tidak mungkin, selain ibu Farida dikhawatirkan akan ada lagi masyarakat yang menjadi korban dari mafia tersebut.
"Kami sendiri juga sudah melaporkan masalah ini dan dalam proses persidangan di PTUN Jawa Barat," ungkapnya.
Dikonfirmasi terkait masalah ini, Kepala Urusan Umum BPN Depok, Yudhi Sugandi tak menjelaskan lebih detil ketika ditanya bagaimana surat itu bisa diterbitkan.
Menurutnya, kasus tersebut masih dalam perkaran di PTUN. "Kasusnya sudah disidangkan di PTUN," ujarnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT