ADVERTISEMENT

Mens Sana In Corpore Sano

Senin, 20 Desember 2021 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“Era sekarang kian dibutuhkan manusia yang tak hanya sehat secara fisik, juga secara mental dan sosial..” – Harmoko

Disadari sepenuhnya bahwa kesehatan itu penting, bahkan amat penting. Tentu yang dimaksud bukan hanya sehat raganya (tubuhnya, fisiknya), juga jiwanya, rohaninya, mentalnya.

Kita kenal kalimat “Mens sana in corpore sano” - di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat/kuat. Kalimat yang ditulis pujangga Romawi, Decimus Luniue Juvenalis, pada abad kedua Masehi, kemudian dijadikan motto dalam dunia olahraga hingga saat ini.

Para pejuang dan pendiri negeri kita ini pun menyadari kesehatan jiwa dan raga menjadi amat penting dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan, memajukan dan mensejahterakan bangsa sebagaimana cita – cita mendirikan sebuah negara.

Ini dapat terlihat lewat petikan lirik lagu “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya” yang pertama kali diperdengarkan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 di Gedung Indonesische Clubgebouw ( kini Museum Sumpah Pemuda), Jl. Kramat Raya 106, Jakarta Pusat.

Syair lagu berjudul “Indonesia Raya” yang ditulis seorang wartawan dan pemain musik, W.R Supratman itu, kemudian resmi menjadi lagu kebangsaan.

Di era sekarang kita kenal pembangunan manusia seutuhnya, yang terus dielaborasi oleh kalangan akademisi dan praktisi.

Untuk membangun negeri, lebih – lebih di era sekarang dibutuhkan manusia yang tak hanya sehat secara fisik, juga sehat mental dan sosial seperti dikatakan pak Harmoko lewat tulisan pada kolom “Kopi Pagi”nya di media ini.

Ketiga unsur tadi merupakan kesatuan yang utuh (tidak dapat dipisahkan satu sama lain) dalam diri manusia. Seseorang tidak akan bisa melakukan segala sesuatu dengan baik tanpa jiwa yang sehat, meski fisiknya baik –baik saja.

Begitu juga seseorang tidak akan bisa maksimal melakukan aktivitas sosialnya, jika tidak sehat kondisi sosialnya (sosio – kultural). Ini sejalan dengan Undang – Undang No 23 Tahun  1992 tentang Kesehatan bahwa “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi”.

Setidaknya dua unsur (sehat fisik dan jiwa) – sering disebut “waras” hendaknya menjadi prioritas.

Menghadapi beragamnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berujung kepada kian maraknya godaan, kalau tidak disebut “jebakan sosial” , maka sangat dibutuhkan ketangguhan mental, utamanya generasi milenial sebagai penikmat era digital.

Mental yang dibutuhkan adalah mental sebagai bangsa Indonesia, berkepribadian Indonesia, bukan kepribadian asing. Bukan meniru atau ikut-ikutan berkepribadian Amerika, Korea, China, dan negara lainnya. Tetapi tetap berjati diri Indonesia sebagaimana telah diamanatkan dalam dasar negara kita UUD 1945 dan falsafah bangsa, Pancasila.

Yah, jiwa Pancasilais adalah kunci utama agar tidak terombang – ambing, terseret arus negatif akibat kemajuan serbaneka yang kian merambah ke pelosok dunia, termasuk di negara kita.

Menjiwai Pancasila tidak boleh setengah hati. Kelima sila merupakan kesatuan yang utuh yang mengandung spirit ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan.

Itulah yang harus dihidupkan dalam jiwa kita, jiwa yang sehat ( teguh dan kuat mental) melalui perilaku perbuatan sehari – hari agar tidak menjadi teks mati di atas kertas. Tidak sebatas hafalan anak sekolah dan bagian dari seremonial belaka.

Sehat jiwa sebagaimana ajaran falsafah bangsa, di antaranya merasa nyaman berhubungan dengan orang lain, saling menyayangi dan menghormati. Menghargai pendapat orang lain, menghargai perbedaan di atas keberagaman. Tidak memaksa orang lain, tidak pula “mengakali” orang lain dan tidak membiarkan orang lain “mengakali” dirinya. Tahu yang benar adalah benar dan berupaya menegakkannya. Yang salah adalah salah dan berusaha menjauhkannya.

Menjauhkan hal buruk perlu dikedepankan untuk mencegah rapuh jiwa. Menebar “kebajikan” bagian dari upaya kian menyehatkan jiwa kita seperti bait terakhir dari syair “mens sana in corpore sano”.

Ingat! Sekecil apapun keburukan disembunyikan akan terkuak juga. Pitutur luhur mengatakan “ Becik ketitik, ala ketara” – Baik akan terbukti, dan diakui, sedangkan keburukan, sekalipun disembunyikan pada saatnya akan kelihatan. (Azisoko*)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT