"Perlu digarisbawahi agar semua pihak bisa waspada, jangan sampai ada yang lengah, bahwa seolah kejadian semacam ini berlangsung di kelompok atau lingkungan tertentu saja. Kita perlu ingatkan publik tentang ancaman semesta itu," paparnya.
Untuk diketahui, Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel, pada sebelumnya menolak adanya hukuman kebiri pada pelaku pelecehan seksual.
Sebab, menurut dia, pemberian hukuman kebiri bagi predator seksual di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic.
"Itu jelas salah kaprah. Kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan sebagai perlakuan atau penanganan therapeutic. Jadi, bukan menyakitkan, kebiri justru menjadi pengobatan. Kalau masyarakat ingin predator seksual dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya minta pengadilan untuk jatuhi hukuman mati saja. Kata Reza dalam keterangan tertulis yang diterima Poskota, Sabtu (11/12/2021).
Namun, kendati hukuman mati menjadi hukuman yang paling relevan untuk diberikan kepada predator seksual.
Reza mengatakan ada hal yang sebelumnya masih harus diperhatikan, yakni merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
"Tapi sebelum perlu direvisi dulu UU Tentang Perlindungan Anak terhadap UU Perlindungan Anak," jelas Reza.
Misal, ada yang protes kalau pemberian hukuman mati itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Saya hanya ingin katakan, tidak ada hukuman di muka bumi ini yang tidak melanggar HAM," sambung dia.
Tapi, imbuhnya. Apabila masyarakat tetap bersikeras ingin pengadilan menjatuhi hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual.
Terlebih hukuman tersebut diberikan secara paksaan. Maka bersiaplah menyambut lahirnya sosok predator mysoped (menjadi lebih buas melumpuhkan korbannya).
"Kalau dia dipaksa kebiri, bersiaplah kelak menyambut dia sebagai predator mysoped. Pemangsa super buas, super ganas, itulah dia nantinya," papar dia.
"Kebiri therapeutic itu mujarab? Ya, kebiri semacam itu menekan risiko residivisme. Tapi kebiri yang manjur seperti itu adalah kebiri yang dilakukan berdasarkan permintaan pelaku sendiri. Bukan keputusan sepihak dari hakim yang mengabaikan kehendak si predator seksual," tutup Reza. (cr10)