“Parpol berkewajiban menjaring calon pemimpin bangsa yang terpercaya. Pemimpin yang mampu memberikan nafas kehidupan kepada seluruh rakyatnya” – Harmoko.
Ketentuan ambang batas dalam pencalonan pasangan presiden dan wapres yang dikenal dengan nama Presidential Threshold hingga kini masih menuai kontroversi.
Ada kehendak banyak pihak untuk menurunkan angka ambang batas. Bahkan, tak sedikit yang menghendaki penghapusan ambang batas sebagai syarat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Kehendak ini dapat dipahami jika dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak lebih luas lagi dalam kontestasi. Membuka peluang lebih banyak lagi tampilnya pasangan calon presiden dan wapres yang kredibel dari beragam latar belakang dan profesi.
Dengan begitu, masyarakat lebih memiliki banyak alternatif memilih pasangan calon pemimpin yang sesuai hati nuraninya. Calon pemimpin yang dapat memajukan bangsa dan negara mewujudkan kesejahteraan umum, kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial sebagaimana cita – cita negeri ini sejak didirikan.
Patut menjadi renungan bersama untuk mengevaluasi syarat ambang batas, jika menjadi kendala dalam memurnikan pelaksanaan demokrasi Pancasila, jika dapat mengganggu terwujudnya cita –cita bangsa. Jika banyak menimbulkan masalah, berimbas buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terbelahnya dua kubu karena hanya dua pasangan calon presiden dan cawapres hingga kini masih terasakan. Istilah cebong dan kampret, dulu, begitu populer. Konflik yang timbul lebih runcing akibat polarisasi pemilih dalam dua kubu, dibandingkan ketika banyak calon dalam pemilihan.
Belum lagi soal independensi presidensial, upaya pelanggengan kekuasaan dengan konsentrasi pusat kekuasaan pada pihak – pihak tertentu. Dikhawatirkan munculnya pemilik modal dalam membayang- bayangi kekuasaan. Shadow state , shadow democracy atau apapun namanya perlu kita cegah.
Yang menjadi pertanyaan apakah syarat ambang batas diturunkan angkanya, atau ditiadakan sama sekali? Jawabnya jalan tengah bisa kita tempuh untuk mengatasi masalah, tanpa menimbulkan masalah baru.
Pada kolom “kopi pagi” sebelumnya pernah saya singgung bahwa parpol harus merakyat, kuat dan sehat, untuk menopang kemajuan bangsa dan negara mewujudkan cita- citanya.
Kriteria ini akan teruji lewat pemilihan umum. Kian tinggi perolehan suara, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan publik terhadap parpol tersebut. Itulah perlunya memperketat kualifikasi parpol untuk semakin meningkatkan kepercayaan kepada rakyat, dengan menaikkan ambang batas parlemen – parliamentary threshold, sebut saja 7 atau 6 persen untuk DPR RI. Dan, satu poin di bawahnya, DPRD provinsi kemudian DPRD kabupaten/kota.