Pertama, mereka biasanya meminjam uang kepada rentenir sebagai biaya operasional termasuk menyewa mobil hingga berhari-hari.
"Dia belum lama bergabung, baru sekitar dua bulan. Tadinya, dia bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah pabrik baja di Cibitung selama belasan tahun," ungkap BS kepada wartawan.
BS tak tahu kenapa akhirnya PP bergabung dengan kelompok itu.
Hanya saja, BS menyebut bahwa PP sudah diingatkan sahabatnya dari Tebing Tinggi untuk tak bergabung dengan kelompok Paparazzi.
Selain memiliki resiko yang besar, diungkapkannya bahwa anggota Paparazzi juga sudah banyak yang tertangkap polisi.
"Mungkin Poltak tertarik dengan iming-iming dari kelompok itu, padahal sebelumnya sudah diingatkan jangan masuk ke situ (kelompok Paparazzi)," kata BS yang juga berprofesi sebagai wartawan koran mingguan juga sempat diajak bergabung dengan rekannya sesama orang Sumatera Utara itu.
Namun, dia menolak karena alasan kerap melakukan pemerasan.
"Satu kelompok Paparazzi biasa sekitar delapan orang setiap beroperasi. Bisa dua sampai empat mobil dan kadang sampai tidak pulang selama beberapa hari," imbuhnya.
Setelah melakukan persiapan, kelompok ini memulai operasi dengan menunggu korban di sekitar hotel transit.
Saat korban keluar dengan kendaraan, mereka mulai membuntuti.
"Mereka mengikuti korban sampai rumah. Adapun spekulasi bahwa itu pasangan selingkuh, biasanya mereka melihat ketika si perempuan dan lelaki tidak satu tujuan pulang," imbuhnya.
Saat si perempuan turun di suatu tempat, Paparazzi mulai membagi tugas.