Wacana Hukuman Mati untuk Koruptor, Pakar Hukum UGM: Hati-hati Memaknai Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor!

Senin 06 Des 2021, 23:28 WIB
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin (kemeja putih) bersama pejabat Kejaksaan Agung. (foto: dok/novriadji wibowo)

Jaksa Agung RI ST Burhanuddin (kemeja putih) bersama pejabat Kejaksaan Agung. (foto: dok/novriadji wibowo)

Pihaknya, akan membuka ruang diskursus dalam mengkaji secara ilmiah dan lebih dalam untuk dapat diterapkannya sanksi pidana terberat bagi para koruptor.

Dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi, selain upaya preventif juga diperlukan upaya represif yang tegas sebagai efek jera.

Menurutnya, Kejaksaan telah melakukan berbagai macam upaya untuk menciptakan efek jera.

Upaya prefentif yang dilakukan dalam penuntutan di antaranya, penjatuhan tuntutan yang berat sesuai dengan tingkat kejahatan, merubah pola pendekatan dari follow the suspect menjadi follow the money dan follow the asset.

Kemudian, pemiskinan koruptor dengan melakukan perampasan aset koruptor melalui asset tracing, sehingga penegakan hukum tidak sekedar pemidanaan badan tetapi juga bagaimana kerugian keuangan negara yang dapat dipulihkan secara maksimal.

Selanjutnya, penerapan pemberian justice collaborator yang dilakukan secara selektif guna menemukan pelaku yang lain, melakukan gugatan keperdataan terhadap pelaku yang telah meninggal dunia atau diputus bebas namun secara nyata telah ada kerugian keuangan negara.

Dirinya merasa upaya-upaya tersebut belum cukup untuk mengurangi kuantitas kejahatan korupsi.

Oleh karena itu, Kejaksaan merasa perlu untuk melakukan terobosan hukum dengan penerapan hukuman mati.

“Kajian terhadap pelaksanaan hukuman pidana mati, khususnya terhadap para pelaku tindak pidana korupsi, perlu kita perdalam bersama," kata Burhanuddin. 

Hal ini mengingat belum ada satu putusan yang menerapkan pemidanaan ini sejak Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

"Keberadaan sanksi pidana yang tegas dan keras memiliki peran yang sangat penting dalam proses pemberantasan korupsi guna menghadirkan efek jera,” pungkas Burhanuddin. (*/tri)

Berita Terkait

News Update