JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Heboh mengenai kabar tewasnya Novia Widyasari yang ditemukan di dekat makam sang ayah.
Novia Widyasari diduga meninggal dunia karena alami depresi usai dihamili 2 kali oleh sang pacar yang merupakan oknum polisi (RB).
Mirisnya, RB diduga tak mau bertanggung jawab dan memaksa Novia untuk gugurkan kandungannya.
Akhirnya Novia nekat menghabisi nyawanya sendiri dengan menenggak cairan beracun sianida yang telah ia siapkan.
Tak tanggung-tangung atas kasus tersebut kini #SAVENOVIAWIDYASARI sedang heboh di media sosial .
Berdasarkan hasil penyelidikan, Polri melalui Polda Jatim dan Polres Mojokerto berhasil mengamankan RB sebagai tersangka.
Berdasarkan rilis Divisi Humas Polri dalam postingan Instagramnya, Ahad (5/12/2021), RB merupakan seorang polisi berpangkat Bripda yang saat ini bertugas di Polres Pasuruan.
Menurut keterangan resmi Polri, tersangka dan korban NWR, telah menjalin hubungan sejak Oktober 2019.
Saat diintrogasi, RB mengaku telah melakukan hubungan layaknya suami istri mulai dari tahun 2020 hingga 2021, sehingga mengakibatkan korban dua kali hamil dan diaborsi bersama RB.
"Korban selama pacaran, yang terhitung mulai bulan Oktober 2019 sampai bulan Desember 2021 melalukan tindakan aborsi bersama yang mana dilakukan pada bulan Maret tahun 2020 dan bulan Agustus 2021,” tutur Wakapolda Jatim, Brigjen Pol. Slamet Hadi Supraptoyo S.H., M.H., di Mojokerto, Sabtu (4/12) malam.
Pihak kepolisian juga menjelaskan bahwa obat yang digunakan untuk menggugurkan kandungan Novia Widyasari adalah sikotek.
“Barang bukti pertama di TKP di tempat pemakaman itu adalah potasium. Untuk menggugurkan itu obatnya adalah sikotek,” tuturnya.
Atas perbuatan itu, Bripda Randy Bagus dijerat Pasal 348 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang Sengaja Menggugurkan Kandungan atau Mematikan Janin dengan ancaman maksimal lima tahun enam bulan penjara.
Namun, Brigjen Slamet memastikan timnya tidak akan berhenti pada sangkaan abrosi. Pihaknya akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas kasus ini.
Selain itu, RB juga telah melanggar hukum internal Polri yang diatur dalam Perkap nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik yaitu dijerat dengan Pasal 7 dan 11 dengan hukuman terberat yakni Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Ditambah, tersangka juga akan dijerat Pasal 348 KUHP jo Pasal 55 KUHP. (cr09)