Sebagai aparat pemerintah, Sekdes Poniman, 40, menolak dikotomi antara majikan dan pembantu. Cara memberi contoh, Ngatinem, 30, pembantu rumah tangganya dikerjainya saat istri pergi ke
pasar.
Tentu saja Pak Sekdes diolok-olok mertua dan warga. Tapi apa kata Poniman?
“Biar pembantu yang penting rasanya Bung!”
Pemerintah sedang mengangkat derajat kaum pembantu, sehingga namanya pun sesuai UU namanya jadi pekerja rumahtangga (PRT), atau ART alias Asisten Rumah Tangga.
Tapi pembantu pun sosok umat sebagaimana manisia lainnya; ada yang cantik, ada pula yang ancur-ancuran.
Banyak kaum majikan yang terlibat asmara, tengah malam “blusukan” ke kamar pembantu.
Maka ada pula duda piara pembantu cantik, langsung dipulkam-kan oleh anak-anaknya.
Poniman adalah seorang Sekdes di Jepon Blora yang terlalu dan sangat perhatian pada pembantunya, Ngatinem.
Dia kerja hanya siang hari saja, dari pukul 07:00 hingga pukul 18:00. Selebihnya dia mengurus keluarganya sendiri. Sebab suaminya, Ngatino, 35, kerja di Jakarta, pulang hanya sebulan sekali. Tujuannya jelas, dalam rangka setor benggol dan bonggol!
Ngatinem ini memang pembantu yang banyak kelebihan, sehingga Sekdes Poniman sering membayar berlebih dari semestinya.
Jadi ini beda dengan kelebihan bayar di Pemda DKI Jakarta. Jika kelebihan bayar disengaja Pak Sekdes, sedang di Pemda DKI terkesan tak sengaja.