Itu perbuatan pengecut, bukan tampilan seorang ksatria. Kakek dan nenek moyangmu selalu mengajarkan untuk menjadi orang yang bertanggung jawab. Bukan malah lari dari tanggung jawab.
Hendaknya setiap orang harus berani menghadapi segala risiko atas segala ucapannya, perbuatannya. Jangan karena tidak ketahuan, diam saja, pura – pura tidak tahu, apalagi sampai menuduh orang lain.
“Ojo angon ulat ngumbar tangan” yang artinya jangan mencari kesempatan untuk berbuat jahat, tidak baik kepada orang lain. Justru sebaiknya kita semua hendaknya mencegah perbuatan tidak baik, perbuatan yang merugikan orang lain.
Melempar mangga dengan batu, itu akan menimbulkan banyak kerugian. Sudah pohonnya rusak, jika tidak kena mangga, bisa kena genteng atau kepala orang.
Jangan pula kamu cucuku “Nabok nyilih tangan” – melakukan perbuatan buruk (jahat), tetapi melalui (menggunakan) orang lain. Ini juga tidak ksatria. Ingin menyakiti orang lain, tetapi tidak berani melakukannya sendiri. Banyak alasannya, ingin orang lain menderita, tetapi orang beranggapan bukan dia penyebabnya.
Tak ubahnya ingin “cuci tangan”.
“Nah, kalau bertepuk sebelah tangan, artinya apa kek” tanya sang cucu.
Kakek :” Tidak disambut baik oleh kedua belah pihak, tetapi hanya datang dari sebelah pihak”
Cucu: “Oh iya, kakek dulu pernah bilang cintanya bertepuk sebelah tangan ya...”
Kakek : "Itu masa lalu cucuku”
Yang sekarang dibutuhkan, lebih – lebih di era pandemi ini, mari kita “Cepat kaki ringan tangan” alias suka menolong. (Jokles)