"Bakamla minta kapal patroli, tapi di sisi lain TNI AL punya kapal tapi kekurangan bahan bakar untuk terus berlayar. Ini sesuatu yang aneh. Jangan semua ingin mengambil peran tapi perannya tidak maksimal. Menjaga kedaulatan di Natuna Utara seharusnya dikoordinasikan siapa penanggungjawabnya, apa tugas dan di bagi perannya dengan instansi lainnya sesuai tupoksi," katanya.
Doktor lulusan Inggris ini juga mengingatkan, masih ada pihak lain yang bisa ikut terlibat langsung di laut seperti BRIN dalam hal penelitian, kementrian ESDM, serta Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Ketiga, mengoptimalkan sekaligus mensejahterakan nelayan Indonesia khususnya nelayan Natuna.
Nelayan Natuna bisa dioptimalkan sebagai bagian dari pertahanan rakyat semesta untuk menjaga kedaulatan negara.
Strategi pemerintah bisa dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah kapal penangkap ikan, mendorong nelayan menjadi informan ketika melihat kapal-kapal asing di ZEE Indonesia.
Sekaligus mendukung nelayan Natuna pemerintah harua mengoptimalkan ekosistem pendukung hasil tangkapan di LNU dan sekitarnya.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Natuna, jumlah kapal penangkap ikan saat ini total terdapat 4.213 perahu penangkap ikan yang beroperasi di perairan Natuna.
Jumlah ini terdiri dari 1.133 perahu tanpa motor, 159 perahu motor tempel, dan 2.921 kapal motor.
Tonton juga video "Maling Dikeroyok Warga Setelah Kepergok dan Berusaha Kabur Dengan Melompati Atap Ruko di Medan". (youtube/poskota tv)
Jumlah kapal masih kecil dibandingkan jumlah produksi perikanan tangkap tahun 2019 menurut data BPS Prov.
Kepri baru mencapai 87.248,25 ton padahal berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, perairan Natuna dengan 80% lestari memiliki potensi ikan pelagis mencapai 327.976 ton, ikan demersal 159.700 ton, cumi-cumi 23.499 ton, rajungan 9.711 ton, kepiting 2.318 ton, dan lobster 1.421 ton per tahun. Jumlah ini masih jauh dari potensi pemanfaatan secara optimal. (rizal)