SELAMAT Ulang Tahun, panjang umur Pak, semoga di sisa umur ini selalu diberi kesehatan, rezeki yang melimpah. Dan nggak lupa bisa terus sujud pada Yang Maha Kuasa, Allah SWT, bersyukur atas limpahan Rahmat-Nya. “O iya, ngomong-ngomong usia Bapak berapa sekarang?” tanya sahabat kepada Bang Jalil, dari jarak jauh.
“Berapa, ya? Ah, nggak pernah ngitung,” jawab Bang Jalil. Bagi lelaki ini memang nggak pernah mikirin ulang tahun segala. Soalnya, katanya ulang tahun berarti umur kira berkurang?
“Nggak mau cepet tua, gara-gara ulang tahun,” kata sang istri.
Bang Jalil setuju ucapan sang isri, maka dari itu dia tak pernah mau ketika anak-anaknya mau merayakan ultahnya. Apalagi pakai tiup lilin di atas kue tar. Sory ya, Nak. Bukan Bapak nolak, tapi ngapain sih tiup lilin segala. Mana itu kue mahal kan. Buat apa, Bapak nggak begitu doyan, nggak suka. Malah bikin kolesterol!
“Mending makan martabak, ya Pak?”kata sang istri.
Namun begitu, Bang Jalil menghitung sepanjang dia hidup mengalami, zaman kuda gigit besi sampai zaman now. Contoh dari zaman tulis menulis pakai kapur, pena yang dicelupkan di tinta cair, bollpoint, mesin tik, sampai sekarang menulis hanya pakai telunjuk di layar HP atau laptop?
Di dunia perangkat musik, dari piringan hitam, kaset, disk , pilih mau lagu apa, dangdut, koplo, pop, campur sari? Tinggal pencet, langsung berdendang, Tarik Sis. Semongko!
“Waktu jamannya kasset, inget kalau lagi kusut,ya Pak?” kata sahabat.
Bang Jalil tersenyum. Tapi kalau mau dihitung itu umur dia sudah lumayan karena sudah melewati beberapa zaman, berarti kan sudah cukup lama alias tua, ya?
“Bapak lahir tahun berapa?”iseng sahabat tanya lagi.
“Jaman penjajahan!” jawabnya.