“Untuk membangun generasi beretika dan bermoral dibutuhkan keteladanan para pejabat dan tokoh masyarakat. Keteladanan dalam ucapan dan perbuatan” - Harmoko
Bangsa Indonesia yang oleh dunia dikenal penuh keramahtamahan dan kesopanan, kini seperti absen pada masyarakat kita.
Nilai etika dalam tata pergaulan sosial mulai tergerus dari jati diri bangsa.
Tergantikan dengan mulai menggejalanya rasa curiga kepada yang lain, kadang hanya karena beda pandangan, beda aspirasi dan beda pilihan.
Lazimnya, pada masyarakat yang dipenuhi rasa curiga ( paranoid), tak jarang akan berujung kepada aksi destruktif seperti main hakim sendiri ketika apa yang diyakini terkoyak oleh pihak lain.
Ini gambaran sebuah sikap yang tak sejalan dengan jati diri bangsa Indonesia yang telah terbangun sejak berabad – abad bahkan ribuan tahun yang lalu.
Kita tahu, memberi senyuman, salam dan sapaan akrab saat bertemu orang yang lebih tua, teman sebaya, bahkan kepada orang lain telah menjadi tradisi yang melekat pada diri orang Indonesia.
Sifat penuh kekeluargaan dan saling tolong menolong telah menjadi identitas bangsa Indonesia yang telah terbangun sejak nenek moyang kita.
Itulah pantulan budaya bangsa kita yang kini mulai tersamar karena merebaknya perilaku saling mencerca, menghujat, dan menghakimi yang bersifat pribadi acap dipertontonkan di ruang publik belakangan ini.
Kesantunan, kesopanan dan keramahtamahan seakan sudah hilang.
Yang muncul adalah kekerasan verbal di media sosial, dengan beragam bentuknya.
Dan malah viral seakan sudah biasa dan menjadi panutan.
Tak hanya di dunia maya, di alam nyata pun cukup banyak terlihat perilaku tidak beretika seperti anarkis yang kian kentara, cepat marah, emosi meluap – luap dan maunya menang sendiri yang tak jarang berujung pada tindak kekerasan hingga merenggut nyawa.
Persekusi oleh sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, kriminalisasi lawan politik, tindak kejahatan dan kekerasan seksual di bawah umur, ikut mewarnai terkikisnya etika dan moral keadaban publik.
Debat politik di ruang publik yang menampilkan para elite, acap pula diwarnai saling menghujat, mencerca yang bersifat pribadi dan hampa substansi.
Nilai etika mulai tercabut dari akar budaya politik yang diajarkan para guru bangsa.
Yang diperlukan sekarang adalah edukasi. Pendidikan moral di era kini menjadi penting seperti dikatakan pak Harmoko lewat ulasannya di kolom “Kopi Pagi”.
Tentu, moralitas jati diri bangsa Indonesia sebagaimana tercermin dalam nilai – nilai Pancasila dan UUD 1945.
Nilai – nilai moral dimaksud adalah kesopanan, kesantunan, keramahtamahan, saling menghargai dan menghormati serta saling menyayangi.
Menjauhkan diri dari ucapan dan perbuatan yang cenderung mau menang sendiri, serta memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
Inilah moral bangsa Indonesia yang hendaknya teraplikasi dalam kehidupan sehari – hari, baik dalam dunia maya, lebih – lebih alam nyata.
Selain jalur pendidikan, pendampingan orang tua dan keluarga, tak kalah pentingnya keteladanan para pejabat dan tokoh masyarakat untuk membangun generasi beretika dan bermoral.
Teladan pejabat bukan lewat doktrin, tetapi ucapan dan perbuatannya.
Satunya kata dengan perbuatan yang menjunjung tinggi nilai- nilai luhur bangsa beretika, bermoral dan beradab.
Dengan nilai – nilai tersebut, akan tercipta keharmonisan dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Tak ada lagi intrik dan konflik, prasangka dan curiga. Yang tercipta adalah adab kebaikan dan keluhuran budi yang hendaknya terealisasikan dalam ucapan dan perbuatan.
Berilah pendapat secara kritis, bukan komentar sinis dan sarkastis. Perbanyak pernyataan menyejukkan hati, bukan memancing kontroversi dan memanaskan situasi.
Lihat juga video “Jasad Pria Ditemukan di Jatinegara, Ada Dugaan Akibat Tersengat Arus Listrik”. (youtube/poskota tv)
Tebarlah kebaikan, bukan keburukan karena berseberangan jalan.
Tidak pula menghakimi karena beda gerbong aspirasi.
Tidak juga berusaha menyingkirkan karena menjadi ancaman dalam pemilihan mendatang.
Pitutur luhur mengajarkan “Ajining dhiri soko lathi” - Bernilai tidaknya seseorang diukur dari ucapannya, perkataannya.
“Ajining rogo soko busana “ – kewibawaan seseorang dilihat dari busananya dan penampilannya.
“Ajining awak soko tumindak” – Kehormatan seseorang dinilai dari tingkah laku dan perbuatannya. (Azisoko *)