POSKOTA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Agama mendukung kebijakan Kemendikbud Ristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dilingkungan perguruan tinggi.
Hal itu disampaikan Yaqut saat bertemu Nadiem di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin (8/11/2021).
"Kami mendukung kebijakan yang telah dikeluarkan Mas Menteri. Karenanya, kami segera mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk mendukung pemberlakuan Permendikbud tersebut di PTKN (Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri)," ungkap Yaqut, dikutip dari laman Kemenag, Selasa (9/11/2021).
Kemenag mengeluarkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemenag tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat menerima kunjungan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim di kantor Kemenag, Jakarta, Senin (8/11/2021) mengatakan sepakat bahwa kekerasan seksual menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan pendidikan nasional.
“Kita tidak boleh menutup mata, bahwa kekerasan seksual banyak terjadi di lingkungan pendidikan. Dan kita tidak ingin ini berlangsung terus menerus. Ini kebijakan baik. Dengan kebijakan ini, kita berharap para korban dapat bersuara dan kekerasan seksual di dunia pendidikan dapat dihentikan," kata Menag dalam keterangan tertulis.
Mendikbudristek meneken Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, selanjutnya disebut Permen PPKS. Aturan ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof H Lincolin Arsyad mengatakan Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual memiliki masalah formil dan materiil.
Salah satu yang dipermasalahkan adalah perumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) yang memuat frasa "tanpa persetujuan korban" dalam Permendikbudristek No 30 Tahun 2021, dinilai mendegradasi substansi kekerasan seksual, yang mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada "persetujuan korban.(ahmad faisal muzaki)