Kakek pun menjelaskan. Memotong pembicaraan, sering disebut interupsi, memang dilindungi pada rapat – rapat di DPR. Itu ada aturannya, ada tata tertibnya. Bahkan, mengabaikan orang yang interupsi malah dapat dipersalahkan. Tidak menghargai tugas dan wewenang.
Artinya setiap anggota dewan yang mengajukan interupsi saat rapat kerja atau rapat – rapat yang lain, pimpinan rapat wajib mendengarnya, dan menerimanya, kemudian memberi kesempatan kepada anggota dewan tersebut untuk menyampaikan pendapatnya.. Setiap anggota DPR berhak mengajukan interupsi.
Cucu : “ Kok bisa yang kek?”
Kakek : “Namanya juga anggota dewan yang terhormat. Tentu ada hak –hak yang harus dilindungi”
Cucu : “ Enak juga ya kek”
Kakek pun melanjutkan pituturnya. Rapat DPR, tentu beda dengan rapat atau diskusi, ceramah pada umumnya, Begitupun dalam kehidupan kita sehari –hari, dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Memotong pembicaraan itu tidak etis, tidak sopan. Misalnya pembicaraan orang tua, guru, orang yang lebih tua, bahkan kepada teman sebaya sekalipun sebaiknya jangan memotong pembicaraan.
Beri kesempatan seseorang menyelesaikan bicaranya, baru kita tanya. Jangan potong di tengah. Selain tidak etis dapat berakibat buruk.
Orang lain yang sedang serius mengikuti penjelasan akan terganggu, kemudian penjelasan tidak berlanjut hingga tuntas karena berganti topik setelah ada yang memotong di tengah jalan.
Orang bisa bisa menjadi tersinggung, jengkel karena informasi yang hendak didapat tidak tuntas. Selain itu, orang yang suka memotong pembicaraan akan mendapat reputasi yang kurang baik, setidaknya dari lawan bicaranya. Apalagi, jika pendapat atau pun pertanyaan yang disampaikan ketika menyela pembicaraan, tidak berkualitas.
Sudah memotong pembicaraan orang lain, tetapi yang disampaikan tidak berkualitas. Atau mau cari popularitas?Ga asyiiik lah..(jokles)
-(1).jpg)
