JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kepergian Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan untuk menghadiri resepsi pernikahan anak Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, di Balai Semarak, Bengkulu, Minggu (7/11/2021), menuai sorotan.
Pasalnya, Anies bertolak ke Bengkulu ketika warga Jakarta tengah mengalami musibah kebanjiran.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth mengkritisi, tidak baik jika seorang pemimpin daerah bepergian apalagi menghadiri resepsi pernikahan di tengah warga yang lagi kebanjiran, lantaran Jakarta diguyur hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
"Tak pantas seorang gubernur malah pergi ke pesta pernikahan dan itu lokasinya di luar kota, sedangkan ibaratnya di rumahnya (DKI Jakarta) sendiri tengah kebanjiran, seperti tidak ada rasa empatinya, malah memilih untuk meninggalkan warganya di tengah bencana seperti ini," kata pria yang akrab disapa Kent itu dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).
Seharusnya, sambung Kent, seorang pemimpin itu harus sadar diri, mempunyai jiwa melayani, berani berkorban dan harus siap siaga di tengah warganya selama 24 jam, apalagi di tengah bencana atau musibah terutama banjir yang sedang mengintai Ibu Kota.
"Pemimpin itu harus berani berkorban, harus selalu siap siaga 24 jam untuk warganya di saat warganya tengah dilanda musibah seperti ini, jangan hanya bisa janji-janji manis saja pada saat kampanye, dan pada kenyataannya omong kosong semua," tegas anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menyatakan sebanyak 91 RT masih terendam banjir hingga Senin (8/11/2021) pukul 06.00 WIB.
Sebanyak 91 RT tersebut mayoritas berada di Jakarta Timur dengan 70 RT. Lalu sisanya 21 RT berlokasi di Jakarta Selatan.
Menurut Kent, program penataan dan normalisasi sungai di DKI Jakarta harus segera dilakukan. Maka seluruh pendekatan teknikal atau struktural melalui pembangunan fisik infrastruktur harus dilakukan dalam upaya mengurangi risiko bencana banjir.
”Jelas itu saja belum cukup. Karena harus diimbangi dengan pendekatan non-teknikal atau non-struktural, seperti penataan ruang, pengelolaan lingkungan, dan perilaku masyarakat,” kata Kent.
Kent melanjutkan, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tak perlu mencari alibi dari sederet persoalan penataan sungai.