Kajagung Wacanakan Hukuman Mati Koruptor, Pakar Hukum: Bukan Urusannya Jaksa Agung!

Sabtu 30 Okt 2021, 14:16 WIB
Ilustrasi hukuman mati

Ilustrasi hukuman mati

"Hal itu memang benar-benar harus dilakukan secara transparan kepada masyarakat, yang udah disita itu berapa, gitu. Harus dikaitkan juga dengan proses penyitaannya, karena kan kemarin ada pihak ketiga yang beritikad baik dimenangkan gugatannya," ujarnya.

Sebaiknya, lanjut Yenti, proses penyitaannya harus disampaikan secara transparan kepada masyarakat.

"Jadi jangan kita gebar-geber di proses penyitaannya saja tapi jumlahnya berapa dan apakah betul itu milik tersangka atau dibeli oleh tersangka dengan uang korupsi?" kata Yenti.

Jangan seperti BLBI toh, yang penyitaan berapa hektar ini , tapi ternyata status tanahnya berbeda.

Satgas BLBI dengan bangganya bilang ini itu, iya tau, tapi status tanahnya itu tanah apa? Kalau status tanahnya tanah garapan itu jelas dagelan! Menyita tanah tapi ternyata punya pemerintah sendiri.

"Kita harus mengedukasi masyarakat, mereka tidak tahu terus masih dibohongi. Itu kan nggak boleh juga, nggak bagus lah. Jadi semuanya harus trasparan," katanya.

Ketegasan Jaksa Agung

Yenti pun mempertanyakan ketegasan Jaksa Agung dalam kasus eks jaksa Pinangki Sirna Marasari yang masih terdapat ketidakadilan.

"Terkait Pinangki, ya itulah setiap pertanyaan yang seharusnya disadari oleh kejaksaan agung dan para penegak hukum yang lain. Jika mereka mengambil langkah-langkah yang 'tidak adil' bahkan karena orang tersebut bagian dari Korpsnya sendiri, bahkan malah ada pengurangan bukannya dihukum maksimal. Itu kan menunjukkan bahwa dia tidak bisa menegakkan hukum dengan objektifp," kata dia.

Apalagi menurutnya, Kejaksaan Agung merupakan lembaga penegakan hukum yang seharusnya bisa menegakkan keadilan. Bahkan pejabat-pejabat tertentu menurut KUHP kalau dia melakukan tindak pidana maka harus ada pemberatnya, bukan malah meringankan.

Selain pemidanaan bertujuan untuk penjeraan, Yenti mengatakan bahwa yang tak kalah penting adalah pencegahan tindak pidana korupsi.

"Jadi perlu kerjasama semua pihak, eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jangan membuat sistem yang membuat orang mau korupsi. Kita jangan hanya melihat orang korupsi di pidana mati, dipenjarakan, dibuat jera, itu tidak bisa! Jadi kita sudah saatnya harus bicara juga tentang pencegahan tindak pidana koruspi secara sitematis, dan melihat sistem-sistem yang ada di eksekutif, yudikatif dan legislatif," lanjutnya.

Berita Terkait

News Update