Dialog Kakek dan Cucu Soal Pilpres

Sabtu 30 Okt 2021, 09:45 WIB
Dialog Kakek dan Cucu Soal Pilpres. (Kartunis/Poskota.co.id/Sental-Sentil)

Dialog Kakek dan Cucu Soal Pilpres. (Kartunis/Poskota.co.id/Sental-Sentil)

“KENAPA sih sekarang banyak spanduk, umbul – umbul ditulis tahun 2024. Aneh dech.. kek”kata sang cucu kepada kakeknya.

Kakek : Oh ..itu. Menurut kamu memang akan terasa aneh, tetapi kalau sudah dewasa, kamu akan tahu apa maknanya.”

Cucu : “Oh.. jadi itu pengumuman untuk orang dewasa?”

Kakek : “Iya bisa dibilang begitu karena orang dewasalah yang nantinya akan memilih orang yang fotonya terpampang di spanduk tersebut.”

Cucu : “Dipilih jadi apa kek?”

Kakek : “Dipilih menjadi presiden.”

Cucu : “Oh seperti bapak yang suka bagi – bagi hadiah sepeda itu. Tapi kenapa jadi presiden harus dipilih kek?”

Kakek “ Betul cucuku. Untuk menjadi presiden harus dipilih oleh rakyat. Seperti kakek ini, menjadi ketua RT karena telah dipilih oleh warga.”

Cucu : Iya betul ... betul. Teman cucu, namanya Ito menjadi ketua kelas karena dipilih oleh cucu dan teman – teman yang lain.”

Kakek : “Kenapa kamu memilih Itu?”

Cucu : “Anaknya baik kek. Baik banget. Suka jajanin teman- temannya. Anaknya juga pinter kek, suka ngajarin temen- temen bantuin ngerjain PR biar ga dimarahi bu guru.”

Kakek tersenyum mengangguk- angguk menyimak cerita cucunya.  

Cucu : “Pernah juga, cucu ga sengaja mecahin gelas di meja bu guru. Ketika ditanya siapa yang mecahin gelas, eh si Ito yang maju ke depan ngaku yang mecahin dan hukumannya mengganti gelas yang sama. Gitu kek.”

Kakek: “Loh bukannya kamu yang harusnya ngganti?”

Cucu : “Nah itu dia kek. Cucu juga bilang begitu, tapi si Ito ga mau, katanya karena dia  yang ngaku mecahin, harus bertanggung jawab menggantinya.”

Yah, menebar kebaikan itulah yang mestinya dilakukan oleh seorang calon pemimpin di level manapun, mulai tingkat RT, RW, kelurahan/ kepala desa, camat, bupati, walikota, gubernur, apalagi menjadi calon pemimpin bangsa, kepala negara dan kepala pemerintahan sebuah negeri. Dan, kebaikan jangan ditebar ketika masih menjadi calon, setelah terpilih mestinya kebaikan kian ditebarkan.

Tapi, patut diingat, kebaikan yang ditebarkan atas dasar kesadaran diri sendiri, bukan sebuah kebaikan yang diciptakan karena ingin pamer (riya), apalagi ada maunya. Ibarat menebar satu kebaikan, tetapi berharap akan mendapat keuntungan berlipat,  akan kembali berpuluh – puluh kebaikan lain kepada dirinya sendiri. Itu namanya kebaikan semu dan palsu.

Disebut kebaikan jika dilakukan secara tulus dan ikhlas. Tidak ada hitungan bisnis, seperti kita memberi makan anak yatim, ya lakukanlah bahwa menyantuni anak yatim dan fakir miskin adalah baik. Titik.

Jangan ada kalkulasi. Kalaupun mau dikalkulasi, bantuan itu perlu ditambah apa tidak, kebagian semua atau tidak.

Jika kurang, ditambah lagi, tapi jangan karena terpaksa menambahkan sesuatu karena ingin dianggap wah, dipuji banyak orang.

Berilah sesuatu dengan tangan kanan, tetapi tangan kiri tidak melihatnya. Artinya tidak perlu ngomong – ngomong,  gembar – gembor untuk dipamerkan.

Pepatah mengatakan “ Jadilah seperti bunga yang menebarkan aroma keharumannya tanpa diminta, bahkan kepada tangan yang menghancurkannya.”

(Jokles)

Berita Terkait

Ojo Kemajon, Le...

Selasa 02 Nov 2021, 09:53 WIB
undefined

Tamu Tak Diundang Sudah Datang

Senin 08 Nov 2021, 16:04 WIB
undefined
News Update