SIDOARJO, POSKOTA.CO.ID - Sudah 15 tahun Lumpur Lapindo menyemburkan ke tanah Sidoarjo. Bagaimana Kabarnya Sekarang?
Peristiwa semburan Lapindo ini terjadi di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kacamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 Mei 2006.
Hingga saat ini tidak ada yang bisa memastikan Kapan lumpur yang berasal dari kedalaman 2734 m ini akan berhenti menyembur.
Pasalnya lumpur Lapindo terus melebar dan telah menggenangi kawasan seluas 800 hektar lebih atau sekitar 7,5 kilometer kubik.
Diketahui, sebanyak 45 ribu jiwa yang telah kehilangan pemukiman dan akhirnya memilih mengungsi ke wilayah lain
Puluhan itu terdiri dari tiga kecamatan yakni, Kecamatan Porong, Kecamatan Tanggulangin, dan Kecamatan Jabon.
Belum lagi, belasan desa lain yang juga ikut tergenang di lahan seluas 300 hektar.
Selain itu aktivitas masyarakat lain juga terganggu karena ditutupnya ruas jalan tol Surabaya-Gempol dan kerusakan lingkungan.
Hal ini pun menjadi atensi pemerintah pusat, bahkan Presiden Indonesia ke-6, Bambang Yudhoyono membentuk badan khusus yang menangani permasalahan lumpur tersebut.
Tepatnya pada tanggal 9 September 2006 melalui Surat Keputusan Presiden No 13 tahun 2006 Badan Penanggulangan lumpur Sidoarjo atau bpls resmi terbentuk dikomandani oleh Mochamad Basoeki Hadimoeljono.
Tujuannya, melaksanakan upaya penanggulangan semburan lumpur luapan, masalah sosial hingga infrastruktur.
Namun, setelah beberapa bulan kemudian semburan lumpur semakin tidak terkendali menyebabkan bencana baru yaitu ledakan pipa gas Pertamina yang tertanam di dekat pusat semburan.
Sebanyak 8 orang kehilangan nyawa akibat semburan api.
Berbagai cara telah diupayakan untuk menghentikan semburan lumpur Lapindo, melalui sistem metode yang awalnya diyakini mampu menghentikan semburan lumpur, sayang ketika diterapkan, justru gagal total.
Pemerintah juga pernah mencoba mengurangi volume dengan menggunakan pola-pola beton.
Cara ini sempat membuat pusat semburan berhenti 30 menit kemudian diambil untuk mengendalikan aliran lumpur.
Kemudian pemerintah juga memperkuat tanggul penahan lumpur serta mengalirkan Lumpur ke tanggul dan sungai Porong sehingga yang terdampak semburan tidak semakin meluas.
Setelah setahun kemudian, tepatnya pada tabun 2008, rumah buat Sungai Porong tak bisa lagi mengalirkan air ke Selat Madura.
Karena aliran air sungai ini terpaksa berhenti setelah seluruh badan Sungai selebar 90 meter setelah tertimbun Lumpur.
Ahli geologi Indonesia membeberkan sejumlah fakta yang menunjukkan lumpur menyembur akibat kelalaian Lapindo data ini diantaranya adalah data rekaman pengeboran yang mencatat telah terjadi keretakan di bawah tanah akibat sejumlah kecelakaan saat pengeboran.
Dia menilai PT Lapindo Brantas yang bertanggung jawab atas peristiwa itu, memang belum memasang casing pengaman pada kedalaman pengeboran.
Namun, pandangan ini dibantah oleh PT Lapindo pihak perusahaan berdalih semburan lumpur terjadi sebagai fenomena alam berupa mud volcano atau letusan Gunung.
Meski bencana akibat kelalaian manusia ini sudah 15 tahun berlalu, berbagai persoalan terus bermunculan, seperti perihal ganti rugi tanah.
PT Lapindo Brantas bersedia bertanggung jawab atas bencana Lumpur Siduarjo tersebut.
Perusahaan memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar. Namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar.
Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%. Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.
Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda. Atau Lunas pada 2019 lalu.
Nyatanya, semenjak uang negara dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Namun hingga kini, PT Lapindo hanya membayar utang dana talangan pemerintah sebesar Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 1,91 triliun.
Pengembalian uang negara itu merupakan pokok, bunga, dan denda yang harus dibayar Lapindo atas pinjaman dana talangan akibat luapan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur. (Jehan Nurhakim)