DI Aceh pelecehan seksual berat sekali hukumannya. Tapi Makmun, 39, siap menyongsong cambuk maut, karena berani nodai anak mantunya, Fati’ah, 16. Saat ditangkap polisi, dia mengaku tergoda oleh cara berpakaian si mantu yang merangsang. Memangnya pantat Makmun setebal apa?
Apakah UU Perkawinan tak berlaku di Provinsi Aceh? Sebab kisah ini berangkat dari perkawinan dua anak muda yang keduanya baru berusia 16 tahun. Padahal menurut UU Perkawinan (yang dikoreksi MK) pasal 7 ayat 1 menyebutkan, batas usia perkawinan pria dan wanita minimal 19 tahun. Atau orangtua mengajukan dispensasi sebelumnya? Kenapa pula masih begitu ijo sudah dinikahkan? Jangan jangan, ...... jangan gudeg komplit!
Ya, saat perkawinan Fati’ah dengan Murod setahun lalu, mereka masih berusia 15 tahun, dan ketika masalah ini timbul, kini keduanya baru berusia 16 tahun. Mungkin karena bibit terlalu muda, meski sudah setahun jadi suami istri belum juga punya momongan. Padahal di tempat sono, ada yang baru menikah 4 bulan istri sudah melahirkan. Jelas ini ada DP nol rupiah yang di luar tanggungjawab Pemprov DKI.
Murod hingga kini belum bekerja, begitu pula istrinya. Keduanya masih tinggal bersama orangtua Murod, Makmun warga Gayo. Walhasil kebutuhan rumahtangganya masih jadi tanggungan orangtuanya. Karena keduaya masih terlalu bocah, ibarat kata Makmun membelikan “mainan” buat anak lelakinya nan manja.
Tapi terlepas dari kebocahan keduanya, Fati’ah memang sudah nampak kecantikannya. Tubuh mulai berisi, dadanya mulai menonjol, namanya juga ABG. Justru karena inilah Makmun yang berusia belum kepala 4, suka pusing melihat penampilan menantunya itu. “Kalau bukan anak mantu saya, sudah gua sikat nih,” kata batin Makmun karena menilai Fati’ah memang mak nyussss.......
Jika kata batin Makmun sedemikian, itu tandanya dia masih normal, duduk teguh pada posisi sebagai mertua yang bijak dan ngemong. Tapi yang namanya setan, kan selalu beroposisi denga hatinurani. Maka setan pun mulai mendekati Makmun secara virtual, karena takut ancaman Covid-19 juga. “Jaman sekarang Bleh, ayah makan anak kandung saja banyak, jadi kalau hanya makan anak mantu, itu sudah jamak...”, kata setan mulai jadi tukang kompor non Cawang.
Setan soal lobi beginian memang ahlinya, sehingga Makmun pun mulai berubah kiblat. Melihat si mantu yang begitu sekel nan cemekel, jadi kepengin ngajak begituan. Seperti yang terjadi beberapa hari lalu, pagi itu Murod kebetulan tak di rumah, sehingga Makmun lalu mendekati Fati’an dan disergapnya dari belakang, hip! Tangan pun mulai Operasi 17 Oktober, geratakan ke mana-mana.
Fati’ah mencoba berontak sambil mengingatkan, “Jangan begitu Pak, saya kan anak mantumu, istri Murod.” Tapi apa jawab Makmun? Seperti kemasukan arwah Pak Bendot Srimulat saja, dia menjawab tegas, “Biar anak mantu, yang penting rasanya Bung!” Selanjutnya Fatiah dibanting ke ranjang dan terjadilah segalanya. Selesai melepas hajatnya, Makmun lalu berfatwa, “Jangan bilang-bilang sama Murod ya, awas!”
Fatwa pujangga dan MUI saja suka tak digubris, apa lagi hanya fatwa mertua, maka setelah suami pulang Fati’ah mengadu sambil menangis bahwa baru saja dinodai oleh bapak mertua. Tentu saja marahlah si Murod, sampai giginya kerot-kerot. Dia melabrak sang ayah, tapi jawab Makmun standar dan klasik banget, “Maaf, saya khilaf!”
Murod segera melapor ke Polres Gayo dan Makmun pun dicokok. Dalam pemeriksaan dia mengaku terangsang melihat cara anak menantu berpakaian. “Saya kan laki-laki normal Pak,” kata Makmun mencari pembenaran. Tapi polisi tak peduli dengan alasan itu, dan Makmun pun tak boleh dipulang alias ditahan.
Kalau ketangkep Wilayatul Hisbah (Satpol PP), kena cambuk 100 kali. (GTS)