RUMOR reshuffle kabinet kembali mencuat, menyusul masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) dalam partai koalisi pemerintah. Tak pelak, isu inipun menjadi sorotan dan perbincangan di tengah masyarakat. Publik menduga ada ‘politik dagang sapi’ dibalik bergabungnya partai tersebut. Sehingga reaksi pun bermunculan dari berbagai kalangan.
Politik dagang sapi merupakan hal yang biasa di Indonesia. Namun menyangkut reshuffle kabinet sebaiknya dihindari. Jangan masuk wilayah preogratif presiden. Presiden berhak menunjuk pembantunya di kabinet. Siapapun tak berhak intervensi.
Sebab masalah ini menyangkut kinerja menteri dan berujung terhadap track record kepemimpinan presiden di mata rakyat. Presiden tentu miliki kriteria tersendiri untuk menunjuk atau mengganti menterinya.
Pengamat komunikasi, M Jamiluddin Ritonga, Selasa (5/10/2021), mengatakan reshuffle kabinet sebaiknya tak perlu dilakukan, jika hanya mengakomodir partai yang bergabung dalam partai koalisi pemerintah.
Idealnya, reshuffle dilakukan untuk meningkatkan kinerja kabinet, terutama kinerja menteri yang dinilai rendah dan buruk, apalagi kerap membuat gaduh. Patut diganti buat dongkrak kinerja kabinet.
Presiden Jokowi sebaiknya memilih pengganti menteri yang punya rekam jejak yang bagus, profesional serta kemampuan di atas rata-rata, dapat bekerja dalam tim, dan mempunyai empati yang tinggi terhadap rakyat.
Jadi kalau benar Presiden Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet seperti isu yang beredar di masyarakat, kita berharap bukan sekadar ‘bagi-bagi kue’, pilihlah mereka yang benar-benar memiliki rekam jejak yang bagus serta profesional sesuai bidangnya.
Apalagi ekonomi mulai berangsur-angsur pulih. Setidaknya dibutuhkan orang cekatan untuk mempercepat proses pemulihan di tengah menghadapi masalah kesehatan dan ekonomi yang serius. Sekali lagi, kita berharap pilihlah menteri baru yang benar-benar memiliki kemampuan dan profesional. Reshuffle jangan asal. ***