Wow! Anggaran Pengeluaran PT ABM Paling Besar untuk Gaji dan Tunjangan

Senin 04 Okt 2021, 21:32 WIB
Pengamat hukum tata negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi. (foto: dok. pribadi)

Pengamat hukum tata negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi. (foto: dok. pribadi)

SERANG, POSKOTA.CO.ID - Dalam perjalanan 21 tahun Provinsi Banten berdiri, banyak hiruk pikuk yang terjadi. Termasuk di dalamnya persoalan korupsi dan penyerapan anggaran yang tak membuahkan hasil yang dilakukan oleh jajaran direksi dan komisaris di beberapa BUMD yang dimiliki Pemprov Banten.

Terbaru, persoalan penyerapan anggaran yang sagat maksimal oleh jajaran pengurus di BUMD PT Agro Banten Mandiri (Perseroda) yang tidak diiringi dengan kinerja yang baik sehingga terjadi kerugian yang cukup besar mencapai Rp432 juta dalam kurun waktu sejak September 2020 sampai Desember 2020.

Mengutip dari laporan keuangannya pada periode tahun 2020, Perseroda besutan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) itu paling banyak dihabiskan untuk sektor belanja gaji dan tunjangan atau remunerasi jajaran direksi dan komisaris.

Total untuk belanja gaji dan tunjangan selama kurun waktu sekitar tiga bulan itu mencapai Rp397.974.000, dengan rincian gaji dan tunjangan Direktur sebesar Rp263.545.500 sedangkan gaji dan tunjangan Komisaris sebesar Rp134.428.500.

Melihat hal itu, pengamat hukum tata negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi mengaku tidak kaget lantaran hal itu sudah menjadi rahasia umum terjadi di hampir setiap BUMD.

“Dalam realitanya kan memang BUMD itu kerap dijadikan lahan bancakan oleh orang-orang yang dinilai dekat dengan kekuasaan,” ujarnya saat dihubungi, Senin (4/10/2021).

Meskipun, lanjutnya, secara perencanaan program yang akan dilakukan oleh jajaran pengurus BUMD itu pasti sudah terkonsep dengan begitu bagus dalam membantu pemerintah daerah meningkatkan Pendapatan Asli daerah (PAD).

“Namun ya lagi-lagi begitu. Terlebih pendekatan yang dilakukannya lebih kepada pendekatan politik dalam rangka pengakomodiran,” ujarnya.

Lia juga menyayangkan kinerja direksi BUMD yang belum maksimal tapi mereka sudah mendapat tunjangan atau remunerasi. Padahal remunerasi itu hakikatnya bisa diberikan mankala sudah ada keuntungan atau bias juga ketika capaian-capaian programnya sudah maksimal.

“Itupun tidak bisa diberikan 100 persen. Harus ada itung-itungan berdasarkan persentase jumlah capain program yang sudah dilakukannya. Kalau misalnya baru 4 program yang tercapai, maka remunerasi yang diterima seharusnya hanya 40 persennya saja,” jelasnya.

Apalagi, lanjutnya, BUMD itu masih rugi. Itu jajaran direksi dan komisarisnya tidak diperbolehkan mendapat remunerasi. Karena remunerasi itu kan biaya tambahan yang diberikan atas kinerja yang sudah dilakukan.

Berita Terkait
News Update