Pengamat: Lebih Tepat Pemerintah Dorong Hasil Kinerja Petani Tembakau,  Ketimbang Naikan CHT

Jumat 24 Sep 2021, 11:12 WIB
Tangkap layar webinar AMTI Berdiskusi.  (Ist)

Tangkap layar webinar AMTI Berdiskusi. (Ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sejumlah pengamat menilai langkah pemerintah untuk menaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2022 di tengah proses pemulihan ekonomi dampak pandemi Covid-19, tidak tepat.

Mereka meminta, pemerintah harusnya mendorong kinerja sektor industri hasil tembakau dengan menunjukkan keberpihakannya kepada petani dan buruh dengan menunda kenaikan hingga keadaan stabil.

Hal tersebut diungkapkan tiga akademisi dari perguruan tinggi ternama di Tanah Air, dalam acara AMTI Berdiskusi: Cukai & Eksistensi IHT, Bagaimana Suara Akademisi? yang diselenggarakan secara daring, Kamis (23/9/2021) malam. 

Ketiga akademisi tersebut yakni sosiolog UGM AB Widyanta, ekonom UI Eugenia Mardanugraha, dan antropolog Universitas Hasanuddin Yahya.

Eugenia mengungkan, pemerintah semestinya jangan fokus pada penerimaan saja, karena kenaikan cukai berapapun besarannya tidak akan membantu untuk menutupi defisit akibat resesi ekonomi yang sebabkan pandemi.

“Cukai naik atau tidak, pemerintah tetap akan merasakan defisit. Kenaikan cukai rokok seharusnya tidak hanya soal penerimaan saja, tapi utamanya soal implikasi pada pekerja dan petani harus diperhatikan,” ujarnya.

Dari sudut pandang sosiolog, Widyanta menuturkan bahwa berapa pun besaran CHT yang diterapkan, pemerintah selalu abai terhadap perjuangan para petani tembakau. 

Petani tembakau adalah pihak yang terpinggirkan, yang pemenuhan hak-haknya tidak pernah dipertimbangkan.

“Pemerintah harus melihat potensi, bukan hanya melihat keuntungan untuk menutup defisit ekonomi. Petani juga butuh didampingi dalam manajemen pertanian, misalnya dari sisi grading dan penjualan,” tuturnya.

Sementara itu antropolog, Yahya berpendapat bahwa saat ini terlihat Pemerintah menerapkan kebijakan yang tendensius pada sektor kesehatan saja dan tidak membuat kebijakan yang berimbang.

“Tendensius sekali. Padahal seharusnya kebijakan itu berimbang, lihat dampak ke semua sektor. Pemerintah harus fair. Industri dengan 6 juta orang yang terlibat di dalamnya mau dikemanakan?” paparnya. (deny)

Berita Terkait

News Update