Kemlu Tepis Tudingan Kekerasan dan Intimidasi Aktivis HAM di Papua

Jumat 24 Sep 2021, 16:42 WIB
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Teuku Faizasyah. (foto: dok. kemlu)

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Teuku Faizasyah. (foto: dok. kemlu)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Indonesia menepis tudingan telah melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).

Sebelumnya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyebut Indonesia masuk dalam daftar 45 negara terkait kasus kekerasan dan intimidasi di Papua.

Juru Bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah yang dihubungi, Jumat (24/9/2021) sore  menegaskan, Indonesia mengecam segala bentuk intimidasi dan kekerasan yang menyasar para pegiat HAM.

Faiz panggilan akrabnya, mengatakan laporan tahunan Sekjen PBB yang disampaikan ke Dewan HAM pada 17 September 2021 adalah kompilasi aduan di bidang HAM yang diterima Sekjen PBB setiap tahunnya. Aduan terhadap Indonesia terkait tuduhan reprisal terhadap aktifis HAM.

"Pada 12 Agustus 2021, Pemerintah RI melalui perwakilan tetap RI di New York telah menyampaikan penjelasan terhadap tuduhan tersebut. Penjelasan Pemerintah juga sudah disampaikan pada Sidang Sesi ke-43 Dewan HAM di tahun 2020," papar Faisal.

Menurut Fais, dalam penjelasan Indonesia tersebut ditegaskan bahwa Indonesia tidak memberi ruang bagi praktik reprisals terhadap aktivis HAM seperti yang dituduhkan. Segala sesuatunya sudah didasarkan pertimbangan hukum.

Ia menambahkan bila didalami laporan Sekjen telah memuat penjelasan pemerintah dimaksud (butir 50 dari Annex I Laporan). Annex ini adalah bagian utuh dari keseluruhan proses yang berlaku di mekanisme HAM PBB.

"Laporan Sekjen ini tidak menjadi bagian apapun dari proses persidangan SMU PBB ke-76 di New York. Tidak juga menjadi bagian dari pidato Sekjen PBB saat High Level Week SMU PBB ke-76," tutur Fais.

Fais menambahkan sebagai catatan saja, hampir seluruh dari ke-32 negara yang dilaporkan adalah negara berkembang.

"Sayangnya laporan tersebut luput menyoroti kejadian pelanggaran HAM di negara-negara maju, misalnya kasus-kasus ekstrimisme (far right movement), Islamophobia, rasisme dan diskriminasi maupun ujaran kebencian," Fais menjelaskan. (johara)

Berita Terkait

News Update