Kemenperin Pertanyakan Wacana Labeli Kemasan Galon Mengandung BPA

Kamis 16 Sep 2021, 15:57 WIB
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo. (ist)

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mempertanyakan adanya wacana tentang rencana mengeluarkan kebijakan soal pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) kemasan plastik yang mengandung BPA

“Yang saya herankan, kenapa kita sering terlalu cepat mewacanakan suatu kebijakan tanpa terlebih dahulu mengkaji secara mendalam dan komprehensif berbagai aspek yang akan terdampak," tutur Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo

Mendengar informasi ini, Edy menyatakan kaget karena tidak ikut diundang dalam pertemuan tersebut.

“Terus terang saja kami kaget, karena kami tidak diundang pada rapat tersebut,” ucap Edy dalam keterangannya kepada wartawan Rabu (15/9/2021).

Dia mengutarakan seharusnya perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum membuat wacana pelabelan itu.

Edy menilai, harus melihat negara mana yang sudah meregulasi terkait BPA ini, adakah kasus yang menonjol yang terjadi di Indonesia ataupun di dunia terkait dengan kemasan yang mengandung BPA ini, serta adakah bukti empiris yang didukung scientific evidence, dan apakah sudah begitu urgen kebijakan ini dilakukan.

“Itu pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum BPOM mewacanakan kebijakan terkait kemasan pangan yang mengandung BPA itu. Dalam situasi pandemi, dimana ekonomi sedang terjadi kontraksi secara mendalam, patutkah kita menambah masalah baru yang tidak benar-benar urgen?” tukasnya mempertanyakan wacana kebijakan BPOM itu.

Dia juga menyoroti dampak yang akan ditimbulkan kebijakan itu nanti nya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit dan terhadap psikologis konsumen.

“Bagaimana dampaknya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit? Bagaimana dengan dampak psikologis masyarakat  yang selama ini mengkonsumsi kemasan guna ulang?” katanya.

Menurut Edy, diperlukan lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kebijakan yang akan berdampak luas terhadap masyarakat.  

“Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak, antara lain teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain,” katanya.

Berita Terkait
News Update