BUKTIKAN kalau saya salah. Ayo, bisa nggak kasih bukti saya kalau saya ini korupsi.
Benar saya punya perusahaan ini itu, tapi selama ini itu perusahaan nggak pernah garap proyek. Nggak pernah terima dana proyek.
“Jadi mana bisa saya dituduh korupsi. Mana buktinya?” begitu terduga korupsi, mati-matian menyanggah ketika ditangkap KPK.
“Saya ini korban fitnah! “ ini kata terduga korupsi yang lain, juga ketika dicokok lembaga anti rasuah tersebut.
“Ampun, ampun… saya nggak mencuri. Saya cuma diajak teman. Dia itu pelakunya Pak, dia ngabur. Ampuni saya Pak, saya nggak salah!” teriak tersangka pencuri ketika dihakimi massa.
Dua kasus yang berbeda level, yang satu kelas kakap, yang satunya lagi kelas teri. Keduanya sama membela diri, nggak ngaku salah.
Dengan dalih ini dan itu. Bagi para tersangaka yang orang pinter, koruptor tentu saja punya segudang sanggahan.
Soal sanggah menyanggah, bersilat lidah mah encer!
Itu kan memang kerjaannya, bantah membantah?
Sementara penjahat kelas teri, juga pada dasarnya sama, mencoba membela diri bahwa ia tak berbuat.
Itu juga sifat manusia, biar salah juga nggak ngaku. Malah menyalahkan orang lain.
Tapi, sayangnya penjahat kelas ini paling nggak enak, karena mau bilang apa saja ya kena bogem mentah dari massa yang marah.