JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Ketua Majelis Ulama (MUI) Pusat Muhammad Cholil Nafis tidak terima apabila ada pihak yang beranggapan bahwa bahasa arab sudah menjadi salah satu sumber dari kemunculan terorisme.
Awalnya pendapat tersebut disampaikan langsung oleh pengamat intelijen, yakni Susaningtyas Nefo Kertopati yang memberikan tudingan bahwa sudah banyak sekolah di Indonesia menganut militan Taliban dan bahasa Arab sebagai ciri teroris.
Mendengar pernyataan itum Cholil mengaku bahwa kata-kata itu bukan dikeluarkan dari mulut seorang pengamat, karena justru malah menyesatkan.
Susaningtyas dianggap Cholil tidak mengerti keseluruhan makna dari bahasa Arab yang pada akhirnya justru ia sangkitpautkan dengan teroris.
“Mengamati atau menuduh. Gara-gara tak mengerti bahasa Arab maka dikiranya sumber terorisme atau dikira sedang berdoa hahaha. Ini bukan pengamat tapi penyesat,” cuit Muhammad Cholil sebagaimana dikutip PosKota.co.id dari akun pribadi media sosial Twitter-nya pada Rabu (8/9/2021).
Selain itu Cholil juga mempertanyakan pernyataan yang diucapkan oleh Susaningtyas setelah dia menganggap bahwa orang yang tidak hapal nama-nama partai politik (parpol) sebagai salah satu ciri-ciri teroris.
Melihat pernyataan itu, Cholil justru mengatakan kalau Susaningtyas mempunyai cara berpikir atau logika yang sudah kacau.
“Masa tak hafal nama-nama parpol dianggap radikal, nanti kalau tak kenal nama-nama menteri dikira tak nasionalis. Kacau nih logikanya,” tambahnya.
Cholil meyakini tidak ada hubungannya radikal dengan partai politik, dia pada akhirnya memberikan contoh ada orang yang tidak mau tahu dengan parpol karena tak percaya dan itu tidak bisa disebut sebagai radikal.
"Jangan-jangan tidak kenal menteri juga disebut tak nasionalis sementara menterinya ganti-ganti. Saya hapal semua nama menterinya namun bisa jadi masyarakat awam tak hapal karena sibuk dengan makan, hidup," ucapnya menambahkan.
Menurut Cholil, seharusnya Susaningtyas jika ingin menjadi pengamat harus bersikap netral dan argumentatif, tidak boleh memiliki pernyataan yang terlalu tendensius.
8, 2021Mengamati atau menuduh. Gara2 tak mengerti bahasa Arab maka dikiranya sumber terorisme atau dikira sdg berdoa haha. Ini bukan pengamat tapi penyesat.
— cholil nafis (@cholilnafis)
.
Masa’ tak hafal nama2 parpol dianggap radikal, nanti klo tak kenal nama2 menteri dikira tak nasionalis. Kacau nihh logikanya https://t.co/YFzklh7Cik
Sebagaimana diketahui, beberapa hari sebelumnya Pengamat militer Susaningtyas Nefo Handayani Kertapati menganggap bahwa saat ini Indonesia perlu mewaspadai gerakan dari kelompok Taliban.
Hal itu menurutnya karena ada tanda-tanda dukungan yang menuju kepada paham kelompok tersebut terlihat pada lembaga pendidikan.
Susaningtyas mengatakan hal tersebut saat menghadiri program Crosscheck #FromHome by Medcom.id bertajuk 'Taliban Bermuka Dua ke Indonesia?' pada Minggu (5/9/2021).
"Di negara kita ini sudah banyak sekali lembaga pendidikan yang kiblatnya itu sudah Talibanisme ya," ujar Susan.
Sejumlah gerakan yang dimaksud adalah tidak mau hormat kepada bendera Merah Putih, tidak mau lagi memasang foto presiden, bahkan tidak ingin menghafal nama menteri-menteri.
Susan merasa gerakan itu jelas mengkhawatirkan karena di ranah pendidikan terutama sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam mencetak penerus bangsa.
"Karena sekolah itu kan pabrik dari calon pemimpin, pabrik dari untuk mencerdaskan bangsa itu dulu dibenahi," imbuh Susan.
Ketika melihat adanya politikus partai politik (parpol) yang masih membela Taliban membuat Susan juga merasa risih dan tidaksatu pendapat dengan hal tersebut.
"Bahwa Taliban baik-baik saja, Indonesia tak perlu terlalu khawatir. Bagaimana kita enggak khawatir? Lihat anak muda kita di sekolah tidak mau menghormati Merah Putih, tidak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan sebagainya," tukasnya. (cr03)