"Ya namanya kita ada nominalnya kita ini, yang kita tunggu. Kalau nominalnya kita ini, kita udah hengkang," ucap Udin.
Dirinya menyesalkan, sebelum dilakukan pembongkaran bangunan kafe, tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu oleh Satpol PP ataupun pihak terkait lainnya.
"Nggak ada, nggak ada sama sekali, Surat Peringatan (SP) 1, SP 2 nggak ada yang turun, sama sekali nggak ada," ujar Udin dengan penuh emosi.
Udin yang memiliki tiga orang anak pun, menunjukan kertas berisi daftar kafe dan jumlah nominal ganti rugi bangunan yang menurutnya dikeluarkan oleh PT Jakpro sejak tahun 2020 lalu bebarengan dengan warga Kampung Bayam.
Dalam daftar tersebut, ada 26 kafe yang telah didata dan tertulis nominal uang ganti rugi bangunan.
Nominalnya pun beragam, berdasarkan luas lahan dan bangunan.
"Macam-macam sih (nominal ganti rugi), kita Rp47 juta," terang Udin.
Udin mempertanyakan sikap Jakpro.
Bila Jakpro tak pernah menjanjikan ganti untung terhadap pemilik bangunan kafe, terus dari mana kertas berisi daftar 26 kafe dan besaran ganti untung tersebut ia dapat.
Udin mengatakan, dalam kertas tersebut dengan jelas tertulis yang menerbitkan adalah PT Jakpro.
"Terus kalau Jakpro nggak merasa menjanjikan ganti rugi, terus darimana kita dapat data ini. Kita nggak mungkin bikin sendiri, nggak ngerti yang gini-ginian," pungkasnya.
Udin bersama puluhan pemilik kafe lainnya, hanya ingin diperlakukan dan dihargai sebagai manusia.