PERKEMBANGAN kasus Covid-19 masih dinamis dan fluktuatif. Penambahan kasus positif dan aktif masih naik turun. Begitupun angka kesembuhan dan kasus kematian, meski keduanya cenderung meningkat dibandingkan periode sebelumnya.
Dengan kasus yang masih dinamis dan fluktuatif ini, sering menimbulkan pertanyaan, kapan pandemi akan berakhir?
Pertanyaan yang lazim, mengingat sudah lebih 17 bulan pandemi menimpa negeri kita sejak pertama kali dinyatakan secara resmi ada warga Indonesia yang terkonfirmasi Covid-19 pada 2 Maret 2020.
Upaya menangani pandemi terus dilakukan pemerintah secara serentak, masif dan komprehensif melalui sejumlah kebijakan pembatasan dan pengetatan mulai dari PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara makro dan mikro, dari level terendah hingga darurat.
Selain itu, terus menggiatkan upaya 3T (testing, tracing dan treatment), juga meningkatkan disiplin masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Ini semua dilakukan untuk mencegah dan memutus mata rantai penyebaran virus corona dan varian barunya serta terus menerus meningkatkan angka kesembuhan.
Di sisi lain, sejumlah negara tengah menyusun rencana hidup di era normal baru dengan harapan virus corona akan menjadi endemik seperti penyakit influenza dan lainnya.
Asumsi ini mencuat karena belum dapat diprediksi secara pasti kapan dunia bisa segera bebas dari virus corona. Boleh jadi, virus corona akan muncul silih berganti dengan varian barunya sehingga tidak akan pernah hilang sebagaimana penyakit influenza dan lainnya. Ini kabar buruknya.
Nah, kabar baiknya, mungkin kita bisa hidup normal lagi dengan virus corona berada di tengah – tengah kita. Itu yang menjadi rumusan kebijakan para pemimpin sejumlah negara seperti di Singapura, Australia, Inggris, AS dan beberapa negara di Eropa.
Singapura misalnya melalui Tim Gugus Tugas Covid-19, mulai merumuskan panduan hidup berdampingan dengan virus corona.
Panduan hidup baru dimaksud, di antaranya tanpa adanya lockdown, tanpa karantina, dan tanpa pelacakan kontak alias tak ada tracing. Artinya panduan atau road map itu nantinya tidak menerapkan lagi penghitungan kasus positif corona setiap hari.
Hanya saja panduan ini dapat dilaksanakan setelah vaksinasi tuntas dilaksanakan kepada warga masyarakat seluruh negeri. Setidaknya pada tahap awal 70 persen dari total penduduk.
Meski pelonggaran dilakukan, tetapi wajib memakai masker. Alasannya, pemakaian masker merupakan cara paling efektif mengurangi penyebaran Covid-19. Selain itu, menjadi kunci utama saat memasuki era new normal bersama Covid-19.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Jawabnya tidak menutup kemungkinan menuju kesana. Tetapi yang lebih penting untuk saat sekarang adalah meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, mewujudkan kekebalan kelompok (herd immunity) dengan menggenjot vaksinasi, menggiatkan disiplin protokol kesehatan serta memperkuat jaring pengaman sosial. (Jokles)