Sultan Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram Islam di Jawa. satu lukisan. (foto: ist)

Opini

Mulainya 1 Suro Jadi Keramat, Ternyata Ditancapkan Pada Masa Raja Jawa Ini

Senin 09 Agu 2021, 20:44 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Malam 1 Suro bagi sebagaian masyarakat Jawa dianggap saat yang keramat. Pada malam 1 Suro digunakan untuk ritual penting, semisal mencuci keris, atau tirakatan.

Secara umum, 1 Suro adalah pergantian tahun dalam pandangan budaya Jawa, yang selaras pergantian tahun baru Islam 1 Muharam.

Saat malam 1 Suro banyak warga Jawa yang mengadakan ritual, tapi kemudian dalam perkembangan ditambah perayaan tertentu, seperti di Kraton Kasunanan Surakarta, dan

Ada arak-arakan Kyai Slamet, abdi dalem berjalan keliling beteng dengan topo mbisu (berjalan dengan tanpa bicara).

Secara umum, pPada saat itu dianjurkan untuk prihatin, mengadakan perenungan, dan bersih-bersih jiwa, termasuk pusaka.

Awal mula 1 Suro dianggap keramat, adalah pada era raja (Sultan) Kasultanan Mataram (Islam), yakni Sultan Agung Hanyokrokusumo. Dia adalah raja (Sultan) Mataram Islam, raja yang taat menjalankan syariat Islam.  

Sultan Agung pula yang mencatat sejarah monumental, yakni langkah politik menyatukan tarih atau kalender Jawa dengan tarih Islam. Ia raja keempat Mataram Islam, memerintah pada 1613 hingga 1645 Masehi.

Sultan Agung pula yang disebut sebagai cikal bakal atau yang memulai adanya tradisi menyambut 1 Suro, kemudian disebut tanggap warso (menyambut tahun baru).

Raja Jawa ini bercita-cita luhur untuk membangun kekuasaan di Tanah Jawa, yang berwibawa, berdaulat, tidak dipengaruhi kekuasaan asing (dalam hal ini pula dia sangat anti Belanda, dan mengirim pasukan ke Batavia).

Untuk mewujudkan cita-cita tersebut Sultan Agung merasa perlu mengadakan langkah-langkah dan suasana baru yang menunjang kebijaksanaanya.

Oleh karena itu kemudian lahirlah ketentuan penting Kerajaan Mataram yang diberlakukan untuk semua narapraja (pejabat) dan masyarakat  Mataram.

Isi dari kebijaan tersebut antara lain, Pertama, menggalang semangat kesatuan untuk menentang kekuasaan asing, dalam hal ini colonial Belanda, yang saat itu mulai berkuasa di Batavia. Kedua, menggalang persatuan dan persatuan seluruh masyarakat Mataram.

Ketiga,  mempersatukan tarikh Hijriyah yang berdasarkan perhitungan peredaran bulan (qomariah), dengan tarikh Saka yang berdasar peredaran matahari (syamsiah), dan naluri Majapahitan menjadi tahun Jawa, dimulai pada tahun 1 Sura 1555 Jawa, bertepatan dengan 1 Muharam 1043 Hijriyah, saat itu bersamaan dengan tanggal 8 Juli 1633 Masehi.


Keempat,  membangun sikap masyarakat Mataram untuk sura (berani) bersatu untuk melawan kekuasaan asing. Kelima,  membangkitkan keberanian masyarakat Mataram dengan bersiap diri melawan kekuasaan luar.

Selain itu, berani mawas diri untuk menata kemampuan masing-masing berani mengendalikan diri agar persatuan dan kesatuan Mataram dapat terwujud, berani membersihkan diri agar terbebas dari niat dan sikap yang tidak menunjang terwujudnya cita-cita Mataram Raya.

1 Suro Keramat

Beberapa kebijakan dan keputusan Praja Mataram yang diundangkan sepenuhnya dapat diterima masyarakat Jawa pada umumnya.

Untuk menghormat dan mengindahkan keputusan penting tersebut, kemudian, Pertama, tanggal  1 Sura 1555 Jawa diterima sebagai awal tahun Jawa, yang tidak dimulai dari tahun 1, tetapi dimulai tahun 1555. Kedua, 1 Sura merupakan awal tahun baru Jawa, diperingati secara adat Jawa, yang pelaksanaanya berbeda-beda.

Ketiga, 1 Suro dianggap sebagai tanggal yang keramat, karena pada tanggal 1 Suro 1555 ditetapkan keputusan penting Kesultanan Mataram.

Keempat, peringatan tahun baru Jawa 1 Suro, disertai kegiatan-kegiatan yang sifatnya cenderung papa keprihatinan, mawas diri, dan pengendalian dirisesuaI dengan kesakralan bulan Sura.

Tanggal 1 Sura Jawa bertepatan dengan tanggal 1 Muharam Hijriyah, awal tahun Hijriyah, yang berbarengan dengan Hijriyah Nabi Muhammad SAW. Hijrah mengandung makna, hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah, 16 Juli 622 Masehi. Juga dalam arti hijrah orang Islam dari perbuatan tidak baik menurut perintah Tuhan. Serta hijrah orang Islam menjauhi larangan Tuhan.

Tahun Baru jawa itu disambut masyarakat Jawa di mana-mana, dengan acara berbeda-beda, tapi digariskan untuk menghindari kegiatan bersuka ria dalam bulan Suro, seperti kegiatan mantu dan khitanan demi menjaga kesakralan dan kekeramatan bulan Suro. (*)

Tags:
UncategorizedJadi KeramatDitancapkan Pada MasaRaja JawaMulainya 1 Suro

Administrator

Reporter

Administrator

Editor