JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Bertugas sebagai awak bus di Unit Pengelola Angkutan Sekolah (Upas) Dinas Perhubungan DKI, membuat Luswanto (29) mendapatkan ilmu yang luar biasa untuk membantu para pasien Covid-19.
Betapa tidak, dalam satu hari ia harus mengakut puluhan pasien Covid-19 untuk menjalani isolasi mandiri.
"Waktu angka Covid-19 tengah tinggi, sehari saya bisa 2-3 kali mengevakuasi pasien Covid-19 ke RS Darurat Wisma Atlet," katanya, Kamis (29/7/2021).
Dikatakan Wanto, banyak kenangan ketika dirinya terjun dalam penanganan pasien Covid-19 yang harus dievakuasi ke RS Darurat Wisma Atlet.
Pasalnya, untuk melindungi diri, ia pun wajib mengenakan baju hasmat atau alat pelindung diri (APD) level 3 yang panasnya luar biasa.
"Karena banyaknya pasien yang harus diangkut, saya sembari mengemudikan bus harus pakai baju hasmat selama 4,5 jam," ujarnya.
Selama memakai APD, kata Wanto, ia pun tak bisa melakukan apapun mulai dari minum hingga pergi ke kamar mandi.
Pasalnya, baju yang dipakai itu pun harus tertutup rapat hingga harus menggunakan solatip.
"Apalagi waktu itu bukan puasa, jadi saya buka puasa hanya baca doanya saja. Karena sudah nggak bisa ngapa-ngapain lagi," ungkapnya.
Selain mengantarkan pasien Covid-19, kata Wanto, ia dan rekan-rekannya juga harus bersiap dengan segala hal yang terjadi.
Dimana ia juga pernah membawa bayi 4 bulan yang terpapar untuk menyusul sang ibu yang sudah lebih dulu menjalani isolasi mandiri.
"Yang penting saat bekerja menjalaninya dengan ikhlas saja, biar semuanya lancar. Dan Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar," sambungnya.
Pengalaman yang paling berkesan, lanjut Wanto, adalah ketika ia harus mengakut para penghuni panti Jompo di Cengkareng.
Dimana mereka yang sudah sulit berjalan, akhirnya harus diangkut satu persatu bersama beberapa rekannya.
"Bahkan ada juga satu penghuni panti yang buang air kecil didalam bus, ya tetap harus kita bersihkan didalamnya, pasiennya juga kita pakaikan Pampers," imbuhnya.
Namun, dari semua pengalaman yang didapat, ia mengaku memiliki kenangan yang tak terlupakan.
Pasalnya, ketika ia sedang mengevakuasi dengan pakaian lengkap, sang ibu di kabarkan meninggal dunia.
"Saat itu saya cuma berfikir harus menyelesaikan terlebih dahulu pekerjaan ini sebelum pulang ke rumah. Karena di pikiran saya, kalau saya pulang lebih cepat yang ada malah membawa masalah karena belum bersihnya saya dari bahaya Covid-19," kenangnya.
Pesan ibu, kata Wanto, yang paling berkesan adalah ketika sebelum berangkat kerja almarhumah menyebut tetap lanjutkan pekerjaan mulianya.
Karena dengan mengantarkan warga yang terpapar, disitulah pahala besar yang nantinya akan menjadi bekal di akhir hayatnya.
"Pesan itu disampaikan ibu saat dirinya sedang dalam kondisi kritis, namun keesokan harinya ternyata ibu mengembuskan nafas terakhirnya," ungkapnya.
Dikatakan bapak tiga anak ini, dari pesan yang diberikan sang ibu, yang membuat dirinya tetap berjuang dalam membantu penanganan Covid-19 ini.
Karena itu, ketika ia mengangkut penghuni panti, didalam pikirannya yang diangkat adalah ibunya.
"Makanya kata teman-teman saya, waktu itu saya yang paling semangat. Karena saat itu saya ingat ibu," ucapnya lirih.
Selain tak bisa menemani sang ibu saat akhirnya, Wanti juga ketika bertugas tak bisa menemani sang istri yang saat itu melahirkan.
Pasalnya, ketika ia tengah mengevakuasi pasien, sang istri pun melahirkan anak keduanya yang kembar.
"Sekarang sih doanya mudah-mudahan kerja keras ini bisa berguna bagi masyarakat dan negara dalam membantu penanganan Covid-19," tukasnya. (ifand)