Akan tetapi, ungkapnya, dalam penjelasannya dinyatakan Ketentuan ini tidak berlaku apabila Ombudsman melakukan pelanggaran hukum.
"Dugaan pengabaian kewajiban hukum yang dimaksud adalah pembiaran terjadinya pelaksanaan PPDB berdasarkan zonasi sesuai dengan Permendikbud nomor 1 Tahun 2021 dengan Konsideran PP Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan," katanya.
Akan tetapi, tambahnya, PP 17 Tahun 2010 sesungguhnya menyebutkan bahwa penerimaan peserta didik baru melalui seleksi hasil ujian nasional, Pasal 74 ayat (4) untuk SMP dan sederajat dan Pasal 82 ayat (4) untuk SMA dan sederajat, bukan berdasarkan sistem zonasi seperti yang dikenal masyarakat selama ini.
Dugaan pengabaian ini diperburuk oleh pengawasan Ombudsman yang diamanatkan UU 37 Tahun 2008 hanya berkutat pada pelaksanaan PPDB saja sehingga dari waktu ke waktu hanya menilai persoalan transparansi, akuntabilitas dan objektifitas, namum luput mengawasi bahwa ada aturan yang bertentangan dalam pelaksanaan PPDB.
"Padahal koreksi bisa dan wajib dilakukan Ombudsman, sesuai dengan amanat Pasal 8 ayat 2 UU 37 Tahun 2008 Tentang OMBUDSMAN RI," pungkasnya.
Dugaan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan oleh Ombudsman ini, diakui Ojat, secara langsung dan tidak langsung sesungguhnya telah berkontribusi terhadap kegaduhan yang terjadi selama proses PPDB berlangsung, dimana orang tua siswa, terkadang ikut sibuk dan bahkan stress karena ketidakpastian apakah jarak rumah mereka masuk dalam zonasi sekolah yang mereka pilih atau tidak.
"Itu pula yang saya alami pada tahun 2018, ketika putri kami mengikuti proses PPDB di salah satu SMAN di Kota Rangkasbitung," tutupnya.