JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Kondisi Papua sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Sehingga dalam hal pembangunan mendapatkan perhatian lebih dari Pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Dosen Universitas Negeri Medan/UNM, Dr. Rosmaida Sinaga dalam keterangannya pada acara : ”UNDERSTANDING PAPUA/Memahami Papua) dengan menampilkan pembicara : Prof. Dr. Amany Lubis, Lc, MA (Rektor Univ. Islam Negeri/UIN Jakarta), Dr. Freek Colombijn (Associate Professor at Vrije Universiteit Amsterdam).
Dr. Rosmaida Sinaga mengungkapkan, perhatian penuh itu khususnya dalam hal pendidikan, perlu adanya pembenahan agar Papua ke depan menjadi lebih baik.
Dia mengaku sudah 25 tahun mengajar di Papua dari tahun 1992.
Menurutnya, pada waktu itu tidak ada SD Inpres yang sebagus dengan yang ada di Pulau Jawa.
"Pertanyaannya apa yang salah dengan kebijakan Papua. Saya jadi dosen cendrawasih, menjumpai guru yang di pedalaman masih kurikulum yang lama. Padahal, seharusnya sudah K-13. Memang kita akui pemerintah dengan pembangunan di Papua, bagaimana Mama (Ibu-ibu) berdagang di Lapak atau tempat yang layak. Tidak hanya bangun sekolah saja, " ujar Rosmaida.
"Ada ketidak seimbangan dengan di Pulau Jawa. Pembangunan yang kita rasakan itu baru terasa setelah Otsus Papua atau tahun 2001. Sebelumya jauh harapan,"ujarnya.
Dirinya menilai masih dijumpai adanya fasilitas rendah, "Gangguan internet yang kerap terjadi", di tambah lagi, para guru tidak punya jaringan internet bagaimana mereka mengajar.
Rosmaida menegaskan di pedalaman Papua masih ada dijumpai siswa yang tidak punya buku atau hanya punya satu buku tulis.
Belum lagi, ada siswa yang harus berjalan berkilometer menuju sekolah, sehingga, secara fisik lelah dan kurang fokus dalam belajar.
“Dijumpai mereka hampir tidak sekolah, karena gurunya ga ada. Parahnya, ada satu guru di satu sekolah, kesejahteraan sangat kurang. Kalau kita lihat guru itu bukan karena keinginannya dan bukan panggilan jiwa. Mengapa mutu pendidikan di Papua rendah salah satunya karena bukan panggilan jiwa, dan ada yang hanya tinggalkan tugas. Apalagi, kalau perempuan kalau suami pindah dia ikut pindah,"paparnya.
Dirinya mengungkapkan, metode pendidikan berasrama dinilai cukup membantu menghasilkan kualitas pendidikan.
Pasalnya, anak-anak yang tempat tinggalnya jauh bisa belajar dengan penuh di asrama.
Sebagain tokoh nasional dari Papua juga berasal dari pendidikan asrama seperti Fredy Numberi dll.
"Kalau pembangunan dan Pendidikan di perbaiki, maka kesejahteraan akan naik. Pendidikan sampai ke jenjang lebih tinggi maka akan mampu bersaing dengan daerah lain. Maka tidak ada pengistimewaan dari orang Papua dengan lainnya.
Apabila pendidikan diperbaiki mereka bersaing, bukan kalah saing tuntut keistimewaan,"paparnya.
Menurutnya, nasionalisme akan berkembang apabila mereka merasa bagian dari NKRI. Untuk itu, kebijakan perlu diperbaiki dengan meningkatkan kesejahteraan. "Difasilitasi agar setara dengan pulau Jawa, harapannya Nasionalisme berkembang dalam diri Papua. Kebijakan akan berjalan baik dengan memperhatikan kearifan lokal,"tandasnya.