ADVERTISEMENT

Pengamat Nilai Respons Jokowi Terkait Kritik BEM UI Sangat Normatif, Sering Diucap di Negara Demokrasi

Rabu, 30 Juni 2021 12:21 WIB

Share
M. Jamiluddin Ritonga berkomentar soal Jokowi menanggapi kritik. (ist)
M. Jamiluddin Ritonga berkomentar soal Jokowi menanggapi kritik. (ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menyebut bahwa respons Presiden Jokowi atas pernyataan atau kritik BEM UI sangat normatif.

Respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai tidak masalah kritik BEM UI yang menjulukinya The King of Lip Service. Katanya, sejak dulu ia telah banyak menerima berbagai julukan, mulai klemar-klemer, plonga-plongo, otoriter, bebek lumpuh, bapak bipang, hinga yang terakhir the king of lip service.

Meski menilai tidak masalah dengan kritik tersebut, namun Jokowi mengingatkan bangsa ini memiliki budaya tata krama dan nilai sopan santun.

"Respon Jokowi itu tidak ada yang istimewa. Semuanya normatif, yang memang selayaknya disampaikan seorang pemimpin di negara yang menganut demokrasi," kata M. Jamiluddin Ritonga, Rabu (30/6/2021).

Di negara demokrasi, lanjutnya, seperti juga Indonesia, kebebasan berpendapat memang dilindungi oleh negara. Karena itu, normal saja kalau Jokowi mengatakan universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa untuk berekspresi.

"Justru akan aneh kalau Jokowi mengatakan sebaliknya. Jokowi malah akan dinilai keluar dari koridor negara demokrasi," katanya kepada poskota.co.id.

Peringatan Jokowi terkait bangsa ini memiliki budaya tata krama dan nilai sopan santun, juga sudah kerap disampaikan pemimpin negeri ini. Soeharto termasuk yang sering menyatakan hal itu dalam berbagai kesempatan.

Masalahnya, ukuran tata krama dan nilai sopan santun itu juga tidak sama untuk semua etnis di Indonesia. Sopan menurut etnis Batak atau Minang, belum tentu sopan menurut etnis Jawa.

"Etnis Batak dan Minang yang berkomunikasi cenderung direct, bisa jadi akan dipersepsi berbeda oleh etnis Jawa yang berkomunikasi lebih indirect," bebernya.

Jadi, memang relatif sulit bila penerapan berdemokrasi dikaitkan dengan budaya tata krama dan nilai sopan santun seperti di Indonesia yang multietnis. Peluang miscommunication dan misperception sangat terbuka.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT