Oleh : Joko Lestari, Wartawan Poskota
Impor pangan acap menuai kontroversi. Alasannya memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dengan cara mengimpor dari negera lain, bukanlah solusi. Tapi, kebijakan instan yang tidak akan menyelesaikan akar masalahnya.
Begitu pun apakah menaikkan perolehan pajak untuk mencari sumber pendapatan negara, termasuk kebijakan instan? Jawabnya tentu akan beragam, tergantung dari sudut pandang mana melihatnya.
Boleh jadi akan menuai kontroversi sebagaimana wacana pemerintah yang akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pangan kebutuhan pokok (sembako). Diwacanakan, PPN terhadap barang kebutuhan pokok sebesar 5 persen.
Menarik pajak sebagai sumber pendapatan negara bukanlah hal yang aneh. Negara lain di dunia membiayai hidupnya dengan menarik pajak rakyat, selain tentunya dari sumber –sumber yang lain, termasuk kekayaan alamnya.
Artinya menarik pajak adalah hak negara kepada rakyatnya, sementara membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara kepada negaranya. sepertidiatur dalam undang – undang.
Menjadi persoalan, jika pajak yang ditarik terlalu tinggi, tidak adil untuk semua. Dinilai akan memberatkan rakyat seperti wacana PPN atas barang kebutuhan pokok.
Sejumlah wakil rakyat, pengamat dan praktisi menilai pajak sembako tidaklah tepat karena akan semakin membebani rakyat, di tengah pandemi sekarang ini. Dengan PPN tersebut, akan menaikkan harga sembako, di tengah menurunnya daya beli masyartakat akibat terdampak pandemi.
Kita tahu, belasan juta orang terdampak pandemi yang tak hanya berujung kepada meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, juga merosotnya daya beli dan tingkat konsumsi publik.
Pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok, dikhawatirkan dapat pula menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan pangan kepada masyarakat. Belum lagi dapat terganggunya upaya menjaga stabilitas harga, di tengah masih fluktuatifnya beberapa harga sembako.
Atas sejumlah pertimbangan tadi, disarankan pemerintah membatalkan rencana pengenaan PPN atas barang kebutuhan pokok sebagaimana tertuang dalam draft tentang perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Ya, PPN tersebut bisa dibatalkan karena masih tersimpan dalam RUU KUP yang diajukan pemerintah ke DPR. Masih perlu pembahasan lebih rinci lagi dengan wakil rakyat.
Yang hendak kami sampaikan, apa pun bentuk kebijakan yang diambil pemerintah dengan persetujuan DPR tentu bertujuan untuk kepentingan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat.
Yang patut dicermati janganlah melahirkan kebijakan yang terkesan “asal- asalan” dan “akal- akalan”. Jangan pula kebijakan instan yang akan bersimpang jalan dengan kehendak rakyat. (*)