Oleh: Hasto Kristiyanto
Dalam berbagai kesempatan, Megawati Soekarnoputri Presiden Kelima Republik Indonesia menyampaikan bahwa menjadi Presiden itu tidak sulit, yang sulit adalah bagaimana menjadi pemimpin.
Suatu pernyataan yang nampaknya sederhana, namun kalau dipertimbangkan secara mendalam, terlebih kalau direfleksikan terhadap proses panjang perjuangan memperoleh kemerdekaan Indonesia, apa yang disampaikan oleh Megawati tersebut sangat penting untuk direnungkan.
Pemimpin dalam era modern sering dilihat pada aspek teknokratis-manajerial, kehandalan di dalam komunikasi politik, dan kepiawaian menyampaikan gagasan melalui sosial media, serta kemampuan di dalam mengambil keputusan sesuai dengan mandat dan kewenangan yang dimilikinya.
Seorang pemimpin di era modern juga dilihat sebagai sosok yang mampu mengelola perubahan yang berlangsung cepat dan dinamis, penuh ketidakpastian, ambiguitas, dan kemampuan mengelola resiko serta tantangan baru yang semakin kompleks.
Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Kepemimpinan apa yang diperlukan dan bagaimana bisa dipastikan hadirnya seorang pemimpin nasional yang mumpuni? Pertanyaan ini penting mengingat menjelang kontestasi Pemilu 2024, yang sering dilihat hanya aspek elektoral, dan yang lebih memprihatinkan lagi ketika sosok pemimpin tersebut terdegradasi dalam bentuk tampilan, popularitas atas dasar pencitraan, ataupun keterkenalan di sosial media, meski kini semua maklum bagaimana sosial media semakin memiliki pengaruh penting.

Dengan melihat besarnya tanggung jawab Presiden pada tahun 2024 yang akan datang, dan diharapkan di dalam dirinya melekat karakter kuat sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap masa depan lebih dari 270 juta rakyat Indonesia, maka sosok pemimpin bangsa dalam perspektif ideal lahir sebagai bauran antara kepemimpinan ideologis , kepemimpinan teknokratis, dan kepemimpinan berkarakter serta kepemimpinan visioner.
Kepemimpinan ideologis harus kokoh di dalam pemahaman terhadap Pancasila, UUD NRI 1945, dan sangat memahami rakyat yang dipimpinnya. Seluruh makna filosofis dari prinsip ketuhanan, kemanusiaan-internasionalisme, persatuan-kebangsaan, musyawarah dan keadilan sosial harus benar-benar dipahami, sehingga pemimpin tersebut menjadi pemimpin seluruh rakyat, dan sangat memahami rakyat yang dipimpinnya. Sering kali budaya organisasi yang dibangun seorang pemimpin, bukan atas dasar desain kebudayaan rakyat yang dipimpinnya.
Namun berangkat dari kompetensi dan subjektivitas pemimpin tersebut. Ada pemimpin yang piawai di industri transportasi canggih misalnya, lalu watak kepemimpinnya hanya berorientasi mengembangkan industri transportasi, sementara rakyat memerlukan kualitas benih unggul, peralatan mekanisasi pertanian, sistem irigasi dan aplikasi teknologi pangan terapan dll. Disini ada kesenjangan antara kemampuan pemimpin dengan harapan rakyat yang dipimpinnya.
Kepemimpinan teknokratis mencakup keseluruhan aspek bagaimana melakukan perubahan struktural dan sistemik bagi kemajuan bangsanya, antara lain mencakup kemampuan manajerial bagi peningkatan kecerdasan kolektif rakyat, kemampuan produksi rakyat, daya saing, kemampuan problem-solving, dan berbagai kemampuan untuk peningkatan taraf hidup rakyat.
Kepemimpinan berkarakter melekat dengan kuatnya etika dan moral, keteguhan pada prinsip, kejujuran, dan keberanian mengambil keputusan bagi kemajuan jangka panjang bangsanya, meskipun pada awalnya keputusan tersebut dirasakan pahit dan beresiko.
Sedangkan kepemimpinan visioner melekat tanggung jawab pemimpin terhadap masa depan. Pemimpin visioner ini memiliki intellectual leadership, sense of direction, dan mampu menjabarkan haluan kemajuan bagi bangsanya di dalam memperebutkan kepemimpinan masa depan.
Pemimpin visioner ini sosok yang memahami jalur migrasi terpendek untuk menyelesaikan berbagai persoalan mendasar bangsanya, namun pada saat bersamaan membangun kemajuan bagi kepemimpinan bangsanya di masa depan. Kepemimpinan visioner ini memiliki kepekaan sosial, instuisi tajam terhadap skala prioritas yang diambil, dan bahkan dengan tingkat kematangan pengalaman dan kuatnya karakter pemimpin tersebut, akan mendorong pemimpin visioner ini memiliki kemampuan “ngerti sakdurunge winarah”, artinya tahu sebelum sesuatu terjadi.
Dengan model bauran kepemimpinan di atas, sistem demokrasi yang ada di Indonesia membuktikan bahwa pemimpin seperti itu bisa lahir melalui jalur partai politik, birokrasi, TNI, POLRI, dan bahkan jalur kepemimpinan masyarakat serta dunia usaha.
Meskipun jalur kelahiran pemimpin sangat beragam, dan tidak ada model baku, namun ciri yang menonjol tetap sama, bahwa pemimpin selalu digembleng oleh berbagai cobaan, ditempa oleh sejarah, dan harus mampu menjawab panggilan sejarah pada momentum yang tepat.
Karena itulah mengapa kita sering menemukan kenyataan bahwa dibalik krisis, dibalik berbagai kesulitan, selalu terkandung rahmat tersembunyi bagi lahirnya pemimpin yang mumpuni.
Kita persiapkan kontestasi Pemilu 2024 bagi lahirnya pemimpin yang sejati-jatinya pemimpin.