Sedangkan bagi masyarakat Baduy dalam, mereka tetap berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki.
Dalam menjalankan ritual ini, memakan waktu berhari-hari.
Makanya Seba ini hanya diikuti oleh para lelaki saja, untuk kaum perempuannya tetap di rumah menjaga ladang mereka masing-masing.
Baduy luar atau Baduy Pendamping, ditandai dengan pakaian hitam dan ikat kepala biru. Sementara itu, Baduy Dalam atau Urang Jero memakai busana dan ikat kepala putih. Urang Jero bisa dijumpai di Kampung Cibeo, Cikawartana, dan Cikeusik.
Sedangkan di musim Pandemi Covid-19 ini, hanya 24 orang yang datang mengikuti ritual Seba Gede.
Hal itu sesuai dengan anjuran pimpinan masyarakat Baduy.
Jaro Saidi Saputra yang merupakan Tanggungan Jaro ke-12 masyarakat Baduy seusai acara Seba Gede di pendopo lama Sabtu malam, (22/5/2021) mengatakan, Seba gede yang rutin dilakukan setiap tahun dalam dua tahun terakhir ini sedikit kurang pas silaturahminya.
Hal itu dikarenakan yang dituju oleh masyarakat Baduy adalah Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) sebagai bapak gede, tapi kemudian yang menghampiri justru hanya perwakilannya saja.
"Tapi tidak masalah, yang penting kelanjutan Seba kami dari tahun ke tahun jangan sampai tertunda," ucapnya.
Menurut Jaro, yang namanya silaturahmi Seba setahun sekali itu seharusnya ketemu langsung, bertatap muka, saling berterimakasih, memberikan sesuatu, menyambung persaudaraan dan memperpanjang kekeluargaan.
"Pateupung lawung, paamprok jongok. Nitip kaasih, nereun kadeudeuh, nyambungkeun paduduluran manjangkeung babarayaan," katanya dalam bahasa Sunda.
Tapi jika diwakilkan seperti ini, tambahnya, ada sedikit Kekurangan, karena dirinya tidak bertemu langsung dengan orang yang dituju yakni Gubernur Banten.