JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Menyoroti persoalan yang dialami ribuan kreditur produk High Promissory Notes (HYPN) milik PT IndoSterling Optima Investa (IOI), Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan menilai kasus tersebut dapat dihentikan. Terlebih jika jumlah pihak yang dirugikan sangat banyak dibandingkan yang membuat laporan.
"Hanya kadang-kadang polisi juga perlu diperhatikan. Mungkin saja polisi perlu perhatian sehingga kasus itu tidak dihentikan dulu," kata pria yang akrab disapa Bang Edi kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/5/2021).
Bang Edi menyebut, suatu kasus tetap dilanjutkan juga bisa saja karena polisi sedang melakukan pendalaman. Apalagi jika menyangkut pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam suatu perkara. Istilahnya, ada persoalan hukum yang belum selesai sehingga polisi tetap melanjutkan suatu perkara atau kasus hukum.
Terkait kasus PT IOI yang telah membayarkan kewajibannya terhadap ribuan kreditur produk HYPN sebanyak enam kali, Bang Edi berpendapat, harus ada surat perjanjian antara perusahaan dan kreditur. Sehingga ketika kasus tersebut tetap dilanjutkan maka bisa menjadi bukti yang meringankan ketika digelar di pengadilan.
"Tidak atau melanjutkan suatu perkara memang wewenang penyidik," paparnya.
Pekan lalu, perwakilan kreditur IOI telah menyambangi Mabes Polri. Kedatangan kreditur yang berusaha menemui penyidik Subdit Perindustrian dan Perdaganan (InDag) Mabes Polri yang dipimpin oleh AKBP Agung Yudha Adhi Nugraha SH itu bertujuan untuk meminta penghentian kasus pidana IOI.
"Sebagai kreditur, kami justru akan dirugikan ketika pembayaran kepada kami macet. Kami tidak ingin nasib kami serupa nasabah kasus-kasus lain akhirnya tidak menerima hak kami,” kata salah satu kreditur IOI asal Surabaya, Viana Koeswanto.
Viana menyampaikan aspirasinya tersebut karena pihaknya sudah menerima program restrukturisasi pembayaran produk HYPN IOI. Pembayaran telah dilakukan sebanyak enam kali oleh pihak IOI tersebut sebagai wujud komitmen dalam melaksanakan putusan No 174/Pdl Sus-PKPU 2020/PN Niaga Jakarta Pusat atas proses restrukturisasi produk HYPN senilai Rp 1,9 triliun. Pembayaran keenam tersebut dilakukan pada 3 Mei lalu.
Terkait komitmen yang sudah dilakukan oleh IOI, Edi menyarankan agar ada surat perjanjian antara perusahaan dan kreditur. Sehingga ketika kasus pidana tersebut tetap dilanjutkan maka bisa menjadi bukti yang meringankan ketika digelar di pengadilan.
"Tidak atau melanjutkan suatu perkara memang wewenang penyidik," ujarnya.
Secara terpisah kuasa hukum IOI, Hardodi, menjelaskan dalam sistem hukum perdata, pihak kreditor memiliki hak untuk mengajukan pembatalan perdamaian apabila debitor telah lalai melaksanakan isi perdamaian. Hal ini diatur dalam Pasal 291 Jo. Pasal 170 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004.
“Boleh saja menempuh jalur pidana kalau IOI dianggap telah lalai menjalankan kewajibanya sesuai putusan PKPU, tapi faktanya sejauh ini lancar-lancar saja. Bahkan sebagai itikad baik klien kami melakukan percepatan pembayaran. Perlu diketahui, saya sering ditanya sebagian besar kreditur, apakah uang kami bisa kembali kalau jalur pidana terus berjalan, saya jawab tidak ada jaminan bisa kembali,” tutur kuasa hukum dari HD Law Firm ini. (ril)