NEKAD betul praktisi mesum Makmun – Faisah. Bulan puasa di daerah Aceh kok berani-beraninya kencani bini orang. Karena siang hari dilarang, mereka sengaja melakukan menjelang Imsak.
Skandal ini terkuak justru siang harinya. Akibat pengakuan tersebut, mereka dipaksa mandi junub pakai air got!
Praktisi selingkuh punya logika berfikir yang ngawur. Karena di bulan Ramadan suami istri haram hukumnya hubungan intim di siang hari, keduanya menyiasati di malam hari.
Padahal bagi non suami istri, bulan puasa atau bukan, malam hari atau siang, tetap saja haram dan hukumnya zina. Dalam KUHP ancaman hukumannya sampai 9 bulan, sedangkan di Aceh bisa dicambuk sampai 100 kali.
Rupanya Makmun, 38, warga Pidie Jaya, dan Faisah, 20, warga Lueng Bata, tak pernah peduli dengan sanksi hukum bagi pelaku zina di daerahnya. Mereka berfikir, itu kan kalau ketahuan.
Jika mainnya rapi dan tertib, pastilah tak tercium Satpol PP. Bagaimana dengan kondisi lapangan, ini kan bulan Ramadan? Kata Makmun-Faisah yang didukung syaiton, “Ya kita main malam sebelum Imsak, gitu saja kok repot!”
Pada dasarnya yang petualang sejati itu si Makmun. Di rumah sudah ada istri dan anak, tapi masih mencari kepuasan di luar rumah.
Ketika kenal dengan Faisah yang muda dan cantik, otaknya lalu menganalisa. Suaminya lama di Kudus (Jateng), pastilah dia kesepian karena lama tak dapat asupan cinta. Soal benggol terjamin, jika tak terpenuhi kebutuhan bonggol pastilah kelimpungan juga.
Makmun tahu bahwa Pidie Jaya maupun Lueng Bata, semua tunduk pada hukum Provinsi Aceh. Hukum Qanun Jijayah telah mengatur, barang siapa menggunakan “barang” miliknya kepada bukan istri atau suaminya, diancam hukuman cambuk paling banyak 100 kali.
Tapi karena Faisah itu cantik nan seksi, jadi lupa akan resiko hukumnya nanti. Prinsipnya kemudian, pukul dulu urusan belakang, kelon dulu cari kepuasan di ranjang!
Prediksi Makmun memang benar. Selama suami jauh di Kudus sana, dia benar-benar kesepian. Ibarat orang mengantuk, kok ini Makmun menawarkan bantal, ya langsung disamber.
Setelah koalisi Aceh-Jawa terbangun, keduanya ingin meningkatkan pada eksekusi. Hambatan muncul ketika bulan Ramadan telah tiba. “Kita kencan malam hari saja ya bang,” kata Faisah dan Makmun pun mengangguk dengan sempurna.
Logika berfikir keduanya pasti ditertawakan para ustadz dan mereka yang tahu Ilmu Fikih.
Jika mereka bukan suami istri, berhubungan intim siang atau malam, sore atau pagi-pagi; sama saja haram! Apa lagi di Aceh, jangankan berhubungan intim, sedangkan jalan berdua saja jika bukan muhrimnya sudah jadi masalah.
Demikianlah, tengah malam ketika mesjid-mesjid pada tadarusan, Makmun malah menyelinap ke rumah Faisah di Lueng Bata.
Seperti yang menjadi target keduanya, semalam bisa main tiga ronde tanpa partai tambahan.
Sebelum waktu sahur kencan, habis saur menjelang imsak kencan lagi. Ternyata Makmun-Faisah hanya bisa menyelesaikan dua ronde saja. Untung bukan target PBB untuk Kades, sehingga tak tercapai target pun takkan dicopot.
Sampai siang hari, Makmun masih ngendon di rumah Faisah. Padahal ini di Aceh lho, warga yang curiga lalu lapor RT dan keduanya digerebek. Keduanya mengaku tak berbuat apa-apa, kecuali hanya ngobrol-ngobrol.
Tapi saat diinterogasi Pak RT secara detil dan mendalam, keduanya mengaku melakukan hubungan intim sampai dua kali. Yang terakhir katanya menjelang imsak.
Pak RT pun berfikir cepat. Kalau begitu keduanya dalam kondisi junub. Sesuai dengan hukum adat kampung, Makmun-Faisah lalu dimandikan dengan air got di depan rumah Faisah.
Habis itu baru masalahnya diserahkan ke Satpol PP atau Wilayatul Hisbah. Sesuai dengan sanksi hukum Qanun Jinayah, cambuk 100 kali siap menunggu mereka. Bakal tepos sama tepos deh jadinya. (Tribun.Com/Gunarso TS)