TANGSEL, POSKOTA.CO.ID - Masjid Jami Al Muttaqin menjadi salah satu tempat di wilayah Kabupaten Tangerang yang memiliki nilai sejarah.
Masjid yang terletak di Kampung Lengkong Ulama, Desa Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan, itu konon dibangun sejak 1618 Masehi. Nama tokoh pendiri masjid tersebut juga sangat tersohor, yakni Raden Aria Wangsakara.
Diketahui, Aria Wangsakara merupakan tokoh keturunan dari Raja Sumedang Larang, yaitu Sultan Syarif Abdulrohman.
"Dari cerita orang tua saya, Raden Aria Wangsakara yang membuka jalan ke sini dan membangun Masjid Jami Al Muttaqin tahun 1618 Masehi," ujar Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) H Ahmad Basri Johar ditemui Poskota, Senin (19/4/2021) sore.
Ahmad yang berusia 71 tahun mendapatkan kisah itu dari kedua orang tuanya. Menurutnya, Aria Wangsakara pergi dari Sumedang, Jawa Barat ke Tangerang hingga kemudian menetap di Kampung Lengkong Ulama.
Di Kampung Lengkong Ulama, mulanya banyak para tentara VOC Belanda dan kemudian mereka terusir karena kegigihan Aria Wangsakara. "Butuh perjuangan berat dan gigih untuk Aria Wangsakara memperjuangkan tempat ini. Bahkan sampai ia membangun masjid ini untuk pertahanan dari Belanda," ungkapnya.
Dalam masa itu, Ahmad menceritakan, Aria Wangsakara tidak ingin disebut Kyai. Padahal, pengikutnya kala itu berjumlah lebih dari 500 orang.
Hingga akhirnya Aria Wangsakara dikabarkan gugur dalam medan pertempuran di Ciledug pada tahun 1720. Jenazahnya dimakamkan di Lengkong Kulon.
"Jenazahnya dimakamkan di wilayah sini. Sekitar 50 meter dari Masjid Jami Al Muttaqin," sebutnya.
Perjuangan melawan Belanda tidak berhenti di Aria Wangsakara. Ahmad menyebut, ada tokoh bernama KH Mustaqim bin Muhammad Husain.
"KH Mustaqim yang sempat menetap di sini di Masjid Al Muttaqin juga untuk memerangi Belanda. Namun beberapa tahun tokoh lagi datang ke sini sampai Mohammad Natsir," paparnya.
Ahmad menyebut, Mohammad Natsir sempat ditembaki oleh VOC Belanda di Masjid Jami Al Muttaqin. Sayangnya, sejarah itu tidak terabadikan karena tembok masjid bekas peluru sudah dibangun ulang.
"Yang saya tahu tembok masjid itu bolong-bolong bekas peluru dari Belanda yang menembaki Natsir. Sementara bada Natsir tidak apa-apa. Sayangnya tidak dilestarikan," terangnya.
Bukan tanpa sebab, Ahmad menuturkan, Masjid Jami Al Muttaqin sudah tiga kali dalam renovasi pembangunan. Mulanya hanya bangunan satu lantai.
"Terakhir dibangun itu tahun 1983 menjadi bangunan dua lantai hingga sekarang. Dulu satu lantai, tiangnya juga dari kayu saat saya masih kecil," tuturnya.
Kini, Ahmad menyebut, Masjid Jami Al Muttaqin memiliki luas 500 meter persegi. Bangunan masjid juga terlihat memiliki warna yang beragam, mulai dari cream, coklat hingga abu-abu.
Tampak luar masjid juga terlihat banyak ornamen-ornamen lafadz Allah yang mempercantik keindahan.
Di sisi dalam, tidak ketinggalan banyak kaligrafi tulisan arab yang menghiasi dinding-dinding masjid. Selain itu, masjid ini memiliki menara setinggi 22 meter. "Menara masjid sekitar 22 meter tingginya. Dulunya pendek, di renovasi menjadi tinggi lagi," sebutnya.
KEGIATAN TADARUSAN
Meski di tengah pandemi Covid-19, Masjid Jami Al Muttaqin tetap menggelar kegiatan seperti tadarusan, tarawih hingga pengajian selepas subuh.
"Kita tidak mengurangi kegiatan yang sudah dijalankan seperti tadarusan, pengajian selepas subuh dan tarawih," tandasnya.
Kendati demikian, Ahmad menyebut, pihaknya tetap menerapkan protokol kesehatan dengan menyediakan tempat cuci tangan di masjid. "Protokol kesehatan tetap dijaga dari mulai jaga jarak dan lainnya," imbuhnya.