SERANG, POSKOTA.CO.ID - Kemitraan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) dengan Pemprov Banten dalam mengelola penyaluran bantuan dana hibah dipertanyakan.
Apalagi belakangan mulai muncul persoalan pemotongan dana hibah tahun 2020 yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.
Hal tersebut dikatakan Tokoh Ulama Banten, KH. Matin Sarkowi, Kamis (15/4/2021). Menurut Matin, persoalan pemotongan harus dilihat dari sisi kemitraan yang selama ini dibangun oleh Pemprov Banten dengan lembaga FSPP.
“Jadi, sejauh mana FSPP sebagai lembaga kemitraan yang dipercaya pemerintah untuk mengelola data Ponpes," ujarnya.
Matin menambahkan, kerja FSPP dalam konteks dengan dana bantuan dari Pemerintah ini digunakan untuk apa saja. Nah data ini siapa yang kelola. Yang bertanggungjawab terhadap data ini sebetulnya siapa saja.
Sejauh ini seluruh Ponpes yang menerima bantuan hibah diklaim masuk dalam struktur organisasi FSPP. Sementara, FSPP sendiri mendapat sumber pendanaan baik bantuan Ponpes maupun dana operasional dari pemerintah.
“Ya kalau Gubernur serius dari sisi ini dulu diberesin. Karena kan kemitraan dengan lembaga apapaun itu juga lembaganya harus diminta pertanggungjawaban,” ungkapnya.
Atas kondisi itu, Matin menduga adanya indikasi oknum FSPP yang terlibat dalam pusaran pemotongan program dana Ponpes.
Tak cukup disitu, struktur FSPP diduga melakukan pengkondisian ke setiap Ponpes untuk memanfaatkan dana hibah tersebut.
“Indikasi kenapa Ponpes dipotong karena kan alasanya macam-macam. Nah salah satunya pengajuan untuk laporan itu ada yang mengkoordinir” katanya.
“Setiap bantuan pemerintah memang kan harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak digunakan untuk penyimpangan,” sambungnya.
Matin melihat jika secara administrasi pesantren tidak bisa membuat persyaratan pelaporan pengajuan kenapa justru dibiarkan, tidak diberikan bimbingan dari FSPP.
“Sejauh mana lembaga kemiteraan ini yang sudah diberikan dana oleh Pemerintah memberikan pembinaan terhadap pesantren-pesantren di Banten,” jelasnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, Matin membeberkan pemotongan dana hibah bervariatif mulai Rp2 juta, Rp2,5 juta hingga Rp5 juta persetiap Ponpes.
Dugaan pemotongan itu diduga kuat melibatkan unsur FSPP sebab biasanya struktur lembaga kemiteraan FSPP ini terbentuk sampai ketingkat Kecamatan. Jadi, Pesantren serta pengasuh Ponpes terkhusus salafi tidak mungkin bersalah karena mereka tidak memahami persoalan administrasi.
“Ini belum tentu salah pesantrennya, karena orang pesantren terkhusus salafi mereka itu betul-betul para ustadz yang polos. Enggak ngerti administrasi tapi dia butuh dibantu," ujarnya.
Diakui Matin, lembaga kemitraan yang bekerja sama dengan Pemprov inilah FSPP yang kemudian bersama-sama harus bertanggungjawab.
"Siapa yang motong inilah yang harus dicari, nah secara struktur kalau kebiasaan itu kan ada dari pengurus di Provinsi Kabupaten dan Kecamatan,” paparnya.
Terakhir, Matin mengutuk seluruh oknum yang merongrong program pemerintah untuk bantuan pesantren. Jadi, jangan sampai kejadian ini terulang lagi.
“Kasus hukumnya harus didudukan secara hukum sehingga ini tidak membuka peluang Ponpes dijadikan tempat berlindung bagi para penyamun gitu loh, karena kalau ngegarong uang berlindung di nama pesantren nggak dipenjarakan gitu, jangan sampai dipakai, hukum harus tegak,” pungkasnya. (kontributor banten/luthfillah)