JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam pembayaran empat paket pengadaan alat pemadam kebakaran (Damkar) DKI. Indikasinya pembayaran pengadaan mobil Damkar itu kelebihan Rp6,5 miliar.
Hal tersebut terungkap dalam hasil laporan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2019. Disebutkan ada kelebihan pembayaran atas empat paket pengadaan mobil pemadam, dan indikasi kelebihan pembayaran atas satu paket pengadaan mobil pemadam.
Empat paket yang disebutkan itu antara lain unit submersible, unit quick respons, unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal, dan unit pengurai material kebakaran.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth mempertanyakan kinerja Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) DKI Jakarta terkait kasus Anggaran Alat Damkar DKI Jakarta yang kelebihan pembayaran sebesar Rp6,5 miliar.
"Di mana fungsi kinerja dan Peran KPK DKI, kenapa hal ini bisa terjadi?," ujar Kenneth dalam keterangannya, Rabu (14/4/2021).
Pria yang kerap disapa Kent itu pun meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan agar bisa menjelaskan kasus secara transparan tersebut ke publik, dan bertanggung jawab atas temuan BPK itu.
"Laporan keuangan itu sejak 2019, artinya sudah lama keuangan itu mengendap dan baru ketahuan oleh BPK. Jadi intinya Peran dan kinerja KPK DKI itu apa?," tanya Kent.
Oleh karena itu, Kent meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Bareskrim Polri untuk mengusut kasus tersebut hingga tuntas.
"Kejagung, KPK, dan Bareskrim harus mengusut kasus tersebut hingga tuntas. Kita tak bisa mengharapkan sepak terjang KPK DKI yang di isi oleh TGUPP. Pak Anies dan Kepala Dinas Gulkarmat/Damkar DKI Jakarta juga harus bertanggung jawab," tuturnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta itu meminta dana kelebihan Rp6,5 miliar itu harus dikembalikan ke das daerah untuk penanggulangan Covid-19.
"Uang tersebut harus dikembalikan ke das daerah untuk keperluan warga Jakarta, seperti bantuan sosial tunai untuk warga yang berdampak langsung Covid-19, dan pengembalian dana tersebut seharusnya tidak menghapus tindak pidananya karena sudah adanya motif pidana dan niat di sini. Bayangkan kalau tidak ada temuan dari BPK, pasti semua Pihak akan diam-diam sajakan? Kejaksaan, Bareskrim Polri dan KPK harus berperan serius dalam hal ini ," tegas Kent.
Lalu, Kent juga meminta proses lelang dan pengadaan barang di Pemprov DKI Jakarta harus dievaluasi seluruhnya, agar tidak ada terjadi kekeliruan anggaran.
"Proses pengadaannya sampai pembayaran pembelian ini harus dievaluasi, kok bisa terjadi? Semua belanja barang kan sudah e-catalog, kok bisa terjadi kekeliruan ini. Saya meminta untuk dievaluasi keseluruhan proses lelang dari awal," pungkasnya.
Untuk diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam pembayaran empat paket pengadaan alat pemadam kebakaran DKI. Indikasinya pembayaran pengadaan mobil Damkar itu kelebihan Rp 6,5 miliar.
Hal itu terungkap dalam hasil laporan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2019. Disebutkan ada kelebihan pembayaran atas empat paket pengadaan mobil pemadam dan indikasi kelebihan pembayaran atas satu paket pengadaan mobil pemadam.
Pemprov DKI melalui Dinas Gulkarmat telah menjelaskan soal kelebihan pembayaran alat-alat Damkar yang nominalnya mencapai Rp 6,5 miliar. Kepala Dinas Gulkarmat Satriadi Gunawan menyebut pengembalian dana itu sudah 90%.
"Kalau itu kan pasti, yang namanya pengembalian pasti ada bukti. Kalau kita dapat laporan (dari pihak ketiga) sudah hampir 90 persen dikembaliin," kata Satriadi saat dihubungi.
Dalam pemeriksaan BPK diketahui harga riil pembelian barang atas empat paket itu lebih rendah dari harga kontrak yang sudah dibayarkan Dinas Gulkarmat DKI. Berikut rincian dari BPK:
1. Unit Submersible
Harga riil: Rp9 miliar
Nilai kontrak: Rp9,7 miliar
selisih: Rp761 juta
2. Unit Quick Response
Harga riil: Rp 36 miliar
Nilai kontrak: Rp 39 miliar
selisih: Rp 3,4 miliar
3. Unit Penanggulangan Kebakaran pada Sarana Transportasi Massal
Harga riil: Rp 7 miliar
Nilai kontrak: Rp 7,8 miliar
selisih: Rp 844 juta
4. Unit Pengurai Material
Harga riil: Rp 32 miliar
Nilai kontrak: Rp 33 miliar
selisih: Rp 1,4 miliar
Jika ditotal, selisih atau kelebihan pembayarannya sebesar Rp6,5 miliar. (*/ys)