JAKARTA, POSKOTA.CO.ID-- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI dalam waktu dekat akan menggelar pemilihan ketua.
Sejumlah nama pun mulai bermunculan, mulai dari kader, ulama, tokoh masyarakat, birokrat, sampai politisi.
Hal ini dikhawatirkan akan memicu politik uang atau money politics.
Pengamat politik Miftahul Adib kepada poskota.co.id, Kamis (1/4/2021) mengungkapkan, kekhawatiran akan hal itu.
Menurutnya, organisasi besar umat Islam NU jangan sampai dirusak oleh money politics, terutama dari politisi atau elit partai politik.
"Berbagai cara, termasuk money politics sudah menjadi hal biasa dilakukan elit parpol demi mencapai tujuannya. Ini karena politisi juga punya keinginan kuat menjadi Ketua PWNU DKI. Sementara cara itu tidak pernah dilakukan para ulama. Ini akibat para politisi kebelet mau jadi Ketua PWNU," tegas Adib kepada wartawan, Rabu (31/3).
Terlebih menjelang Konferensi Wilayah (Konferwil) suasana akan semakin memanas.
Padahal, lanjutnya, proses konferwil selalu berjalan lancar dan baik.
Keberadaan politisi atau elit parpol dalam bursa calon Ketua NU DKI, lanjuta Adib, bisa rusak atas kepentingan politik serta penyusupan kader-kader partai yang akan mengambil keuntungan.
"Para kader parpol itu kan sellau memakai dalih akan menjadikan PWNU DKI lebih baik. Padahal, menjaga khittah NU tidak berkaitan dengan parpol," terangnya.
Adib berharap PWNU DKI akan dipimpin oleh orang non parpol sehingga perjalan organisasi Islam itu ke depannya jauh dari persoalan.
"PWNU DKI selama ini kan kita tahu selalu teduh. Janganlah diganggu oleh kehadiran politisi dengan kepentingannya merusak PWNU," ungkap Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Politik Nasional (KPN) ini.
Sejumlah nama yang beredar dalam bursa calon Ketua PWNU DKI adalah Wakil Ketua MPR Dr KH Jazilul Fawaid dari PKB dan Nusron Wahid (Golkar), dan Sekda DKI Marullah Matali.
Dari ketiga nama itu, Jazilul dan Nusron berlatar belakang politisi, sementara Marullah Matali adalah birokrat atau non parpol. (trb)