TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai, aksi serangan terduga teroris terhadap polisi sudah terencana, di Mabes Polri, Rabu (31/3/2021).
Menurutnya, serangan tersebut terindikasi merupakan aksi terencana pelaku untuk bunuh diri.
"Jadi bukan nekad. Saya justru membayangkan bukan hanya serangan terencana, tapi sekaligus aksi terencana untuk bunuh diri," ujarnya kepada Poskota, Rabu (31/3) malam.
Reza menuturkan, pendapatnya tersebut bukan untuk menjadikan polisi sebagai korban dalam peristiwa itu.
Tapi, aksi serangan itu sudah dikaji matang oleh pelaku.
"Pelaku pasti bisa membayangkan risiko yang akan dia hadapi saat menyerang di pusat jantung lembaga kepolisian," ungkapnya.
Reza juga mempertanyakan apakah setiap serangan termasuk penembakan terhadap polisi bisa disebut sebagai aksi teror?
Menurutnya, jika mengacu "The Serve and Protection Act" di Amerika Serikat, serangan terhadap aparat penegak hukum disebut sebagai hate crime, bukan teroris
"Di Indonesia boleh beda, tentunya. Penyebutan hate crime menunjukkan bahwa pelaku penembakan yang menyasar polisi tidak serta-merta disikapi sebagai (terduga) teroris," ungkapnya.
Dia menambahkan, membutuhkan cermatan spesifik kasus per kasus untuk memprosesnya secara hukum dengan pasal yang tepat sekaligus menangkal kejadian berikutnya secara tepat sasaran.
Sekadar informasi, aksi baku hantam antara polisi dengan terduga teroris terjadi di halaman depan Gedung Mabes Polri, Rabu (31/3), sekira pukul 16.15 WIB.
Kekinian, identitas pelaku sudah banyak tersebar di media sosial (medsos), yakni berinisial ZA (26) merupakan seorang wanita yang masih berstatus sebagai pelajar dan merupakan anak terakhir (anak bungsu) dari tiga bersaudara.
Terduga teroris itu akhirnya tewas terkapar usai baku tembak dengan petugas di Mabes Polri.
Berdasarkan video yang beredar, diketehaui terduga teroris itu tewas usai dilumpuhkan lewat dua kali tembakan oleh polisi. (ridsha vimanda nasution/kontributor tangerang)