Yanto, pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Kecamatan Serpong, Tangsel. (foto: ridsha vimanda nasution)

Tangerang

Kisah Yanto Pemulung di TPA Cipeucang, Tinggal di Rumah Petak dengan Penghasilan Rp100 Ribu per Minggu

Selasa 30 Mar 2021, 09:46 WIB

TANGSEL, POSKOTA.CO.ID – Pandemi Covid-19 sudah berlangsung selama satu tahun. Namun, para pemulung sampah tetap bertahan mengarungi hidup di tengah wabah.

Seperti yang dilakukan Yanto (35), seorang pemulung sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan.

Sehari-hari bapak anak satu itu bertahan hidup hanya dengan mengais limbah sampah yang masih bisa untuk dijual. 

"Mau kerja apa lagi, kalau tidak jadi pemulung tidak bisa makan. Cari kerjaan juga susah di situasi pandemi Covid-19," ujarnya ditemui Poskota di kediamannya, Senin (29/3/2021).

 Yanto juga tinggal di lingkungan TPA Cipeucang. Ia mengaku sudah 15 tahun berprofesi sebagai pemulung dan tinggal dekat TPA Cipeucang.

"Alhamdulilah di sini tempat tinggal sudah tersedia. Tinggal bayar listrik saja. Jadi kalau mengais sampah dekat karena masih lingkungan TPA," terangnya. 

Dalam seminggu, Yanto mengaku hanya mendapat Rp100 ribu dari hasil pemulung sampah. Sebab tidak banyak limbah sampah yang bisa dijadikan uang.

"Enggak seberapa satu minggu Rp 100 ribu. Dapat satu kintal seminggu. Itu gabrukan sampah botol air mineral, minuman kaleng. Tapi lebih banyak sampah plastik yang tidak begitu berharga," sebutnya. 

 Yanto menyebut, paling untung jika menemukan uang dan barang bekas tinta printer komputer yang masih utuh. 

"Barang-barang itu dijual harganya Rp 30 ribu. Kadang juga celana bekas isi kantongmnya duit. Itupun jarang sekali sih dapat begitu. Lumayan buat jajan es anak," paparnya. 

Kendati demikian, Yanto mengucap syukur karena masih kecukupan untuk makan istri dan anaknya. Terlebih penyakit jarang sekali terkena.

"Penyakit pemulung itu pilek dan pusing. Minum obat warung juga sembuh sendiri. Yang penting kalau lagi musim hujan istirahat jangan mulung," tuturnya. 

Yanto juga menuturkan, buah hatinya sudah masuk menginjak kelas 1 Sekolah Dasar. Dia mengaku bersyukur tetap diberikan kesehatan untuk mencari rezeki.

"Sekarang anak-anak sekolah masih pada libur masih pandemi Covid-19. Alhamdulilah masih kecukupan kalau belajar online beli paket internet dan lainnya," paparnya. 

Jarang Dapat Bantuan Pemerintah

Yanto menuturkan, selama pandemi Covid-19 jarang mendapatkan bantuan berupa sembako maupun uang tunai. 

"Tahun ini saja baru dua kali dapat sembako beras dan minyak. Sedangkan tahun lalu bisa kehitung mungkin sekali dapat bantuan," tandasnya. 

 Dia berharap, pemerintah juga bisa memikirkan kondisi nasib para pemulung yang berada di TPA Cipeucang Tangerang Selatan.

Pantauan Poskota, rumah Yanto hanya terbuat dari bambu dan triplek. Ukurannya hanya sepetak yakni seluas 2X3 meter. 

Di dalam rumah Yanto juga tidak memiliki banyak perabotan. Hanya lemari pakaian, radio, dan televisi (TV) model tabung.

"Kalau banyak-banyak perabotan enggak muat sama rumahnya. Ini saja sudah sempit karena lemari pakaian dua buah," paparnya. (kontributor tangerang/ridsha vimanda nasution)

Tags:
Kisah Yanto Pemulung di TPA CipeucangTinggal di Rumah Petak dengan Penghasilan Rp 100 Ribu Per Minggupemulung sampahtpa cipeucang tangerang selatanPOSKOTA TVposkota.co.id

Administrator

Reporter

Administrator

Editor