APA pun alasannya tindakan pencegahan lebih penting, ketimbang menangani setelah terjadi kasus. Begitu pun dalam menangani pandemi Covid-19.
Itulah sebabnya, beragam upaya pencegahan dilakukan melalui sejumalah kebijakan.
Perberlaluan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM) satu di antaranya. Mulai dari yang bersifat umum dan terbatas pada beberapa wilayah, hingga berbasis mikro dan diperluas jangkauannya.
Jika sebelumnya 7 provinsi, kini menjadi 15 provinsi yang semuanya berbasis mikro. Juga Pembatasan Sosial Berskala Besar atau pun mikro.
Beda istilah, PPKM atau PSBB hanya soal nama, tetapi tujuannya adalah sama, target yang hendak dicapai juga sama, menekan laju kasus positif Covid, memutus mata rantai penularan.
Yang terpenting bagaimana kebijakan itu dijalankan dengan baik dan benar. Bagaimana mekanismenya, polanya, sistemnya, strateginya.
Tak berlebihan sekiranya Mendagri Tito Karnavian meminta kepada masing- masing kepala daerah, mulai dari gubernur, bupati atau walikota untuk selalu berkreasi dan berinovasi dalam mengatasi pandemi.
Kita paham, problema masing - masing daerah berbeda.
Dalam lingkup kelompok masyarakat terkecil pun, misalnya RT yang satu berbeda dengan RT tetangganya, apalagi lingkup yang lebih besar dan luas lagi, tentu masalahnya lebih beragam.
Cukup berasalasan sekirarnya kepala daerah mencontoh daerah lain yang lebih berhasil mengatasi pandemi. Tetapi karena masalahnya berbeda, maka perlu disesuaikan dengan kondisi daerahnya. Itulah perlunya kreasi dan inovasi mengatasi pandemi dengan mengedepankan kearifan lokal.
Yah, kita sependapat kearifan lokal ( local wisdom) adalah potensi daerah yang jika dikemas sedemikian rupa menjadi kekuatan besar dalam menyelesaikan segala problema masyarakat setempat, termasuk masalah Covid-19.