TAHUN ini, pemerintah tak hanya berencana mengimpor beras antara 1-1,5 juta ton, garam juga akan diimpor sebanyak 3 juta ton.
Jika alasan impor beras untuk stok cadangan jika sewaktu-waktu dibutuhkan, sedangkan impor garam karena kualitas. Garam dalam negeri belum memenuhi standar untuk kebutuhan industri, sama seperti ketika mengimpor gula pasir.
Artinya garam impor bukan untuk kebutuhan konsumsi, tetapi digunakan untuk kepentingan industri. Sebut saja mie instan.
Impor beras, garam dan komoditas pangan lainnya bukan hal baru bagi negeri kita. Sering dikatakan impor pangan ini sebagai kebijakan instan. Ketika kita kekurangan stok, maka jalan yang ditempuh adalah impor.
Lantas bagaimana dengan strategi jangka panjang agar kebutuhan pangan dapat dipenuhi dari dalam negeri.
Ini pertanyaan yang gampang diucapkan, tetapi masih sulit direalisasikan.
Negeri kita sudah 75 tahun merdeka, tetapi garam masih impor.
Padahal Indonesia adalah negara agraris, mestinya bisa swasembada beras. Indonesia juga negara kepulauan, logikanya bisa swasemda garam.
Sejak dulu, soal garam terkait dengan kualitas produk yang belum sesuai dengan standar industri. Kandungan NaCl garam lokal masih di bawah 97 persen.
Artinya garam rakyat, garam yang dikerjakan oleh PN (PT) Garam dan oleh petani, belum bisa menyamai kualitas untuk garam industri.
Tidak itu saja, jumlah produksi garam rakyat belum bisa memasok seluruh kebutuhan dalam negeri. Tahun lalu misalnya, kebutuhan garam nasional sebanyak 4,5 juta ton, sementara produksi dalam negeri berkisar 3,5 juta ton. Berarti masih kekurangan 1 juta ton.
Untuk tahun ini, seperti dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, produksi garam dalam negeri diperkirakan mencapai 2,1 juta ton. Sementara kebutuhan garam nasional tahun ini sebanyak 4,6 juta ton, berarti ada kekuarangan sekitar 2,5 juta ton.
Mengapa impor sampai 3 juta ton? Jawabnya sebagian besar kebutuhan garam nasional untuk industri manufuktur, hanya sebagian kecil untuk konsumsi.
Maknanya untuk kebutuhan konsumsi bisa dipasok dari garam rakyat.
Pertanyaannya kemudian haruskah selamanya garam industri selalu harus impor. Tidak mungkinkah, dipasok dari garam rakyat dengan meningkatkan kualitas produk.
Ini menjadi renungan kita bersama, utamanya pemerintah melalui kementerian terkait mengembangkan industri garam. Tidak hanya kuantitas, juga kualitas. Setidaknya setiap tahun memproduksi garam berkualitas industri sebanyak 3 juta ton.
Ini peluang bisnis yang hendaknya ditangkap oleh industri nasional, jika tidak BUMN mewakili negara, hadir memelopori industri garam berkualitas sehingga tidak selamanya ketergantungan impor. Kecuali, memang lebih memilih yang instan, impor dan impor. (*)