JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus, menolak penghapusan Frasa Agama yang digantikan dengan akhlak dan budaya dalam Rancangan Roadmap/ Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang tengah dirancang dan disusun oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia.
Menurutnya, Frasa Agama adalah sesuatu yang tidak bisa tergantikan dan harus tetap menjadi pilar utama sebagai unsur integral dalam penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia.
Karena penanaman nilai-nilai dan ajaran agama kepada peserta didik harus tetap satu tarikan nafas yang tidak boleh terputus dan dipisahkan dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri, terlebih Indonesia adalah negara beragama.
"Artinya, agama harus selalu ditempatkan dalam kedudukan sebagai sumber norma maupun tata nilai bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Guspardi saat dihubungi Rabu (11/3/2021).
Baca juga: Jika Hilangkan Frasa Agama dari PJPN, Politisi PPP Arsul Sani Sebut Kemendikbud Langgar Konstitusi
Ia menilai pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) telah bertindak sembrono dan gegabah dengan menghilangkan Frasa Agama dalam merancang dan menyusun Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN).
Hal ini jelas sebuah pelanggaran dan melawan apa yang diamanatkan dalam konstitusi negara kita UUD 1945. Dalam Pasal 31 ayat 3 dan 5 secara berurutan berbunyi: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang”.
Pemerintah juga turut memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Selain itu, persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Baca juga: Wamenag : Gunakan PAI Menjadi Instrumen Moderasi Beragama
Politisi PAN ini pun menuturkan sependapat dan mendukung kritik yang datang bertubi-tubi terhadap gagasan Kemendikbud ini. Gelombang kritik dan penolakan datang dari berbagai pihak seperti Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam (ADPISI), Muhammadiyah, NU, MUI dan berbagai elemen bangsa lainnya.
"Pada Prinsipnya penolakan itu didasari ketidaksetujuan dengan penghapusan frasa Agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional yang dinilai telah keluar jalur dan merupakan bentuk tindakan yang "Inkonstitusional" atau melawan konstitusi," ucapnya.
Disamping itu juga telah lari dari prinsip pendidikan nasional yang tertuang dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pada Bab III pasal 4 poin 1 berbunyi: Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
"Tidak bisa dibayangkan apa jadinya proses dan pembentukan spiritual dan moral generasi bangsa ini ke depan jika frasa Agama dihapus. Pendidikan janganlah dirancang hanya sekedar melahirkan manusia yang mampu beradaptasi dan berkolaborasi dalam memenuhi capaian-capaian kesuksesan belaka," katanya.
Ia menambahkan, bahwa pendidikan harus tetap di bangun dan ditumbuhkembangkan dengan pondasi agama guna terciptanya insan yang cerdas yang bertaqwa. Apa maksud dan tujuan gagasan Kemendikbud dalam PJPN yang menghilangkan Frasa Agama dan digantikan akhlak dan budaya?. Apakah ini suatu kealpaan atau disengaja??, ulas Mantan Akdemisi UIN Imama Bonjol Padang itu.
Oleh karenanya, Pemerintah harus mendengar dan meresponi kritikan dan penolakan dari berbagai pihak untuk tidak menghilangkan Frasa Agama dalam menyususn Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) ini.
"Kalau tidak disikapi dan diakomodir lebih baik draf PJPN ini di tarik dan dibatalkan saja karena dikhawatirkan hanya akan berujung polemik dan sangat rawan melebar kemana-mana yang akan menimbulkan kegaduhan baru," pungkas anggota Komisi II DPR RI ini. (rizal/tha)