Kriminolog Forensik Reza Indragiri Amriel

Kriminal

Oknum Anggota Polri Umbar Tembakan, Kriminolog Forensik: Terapkan Pemeriksaan Kecakapan dan Mental Secara Berkala

Kamis 25 Feb 2021, 22:23 WIB

JAKARTA - Kasus oknum polisi mengumbar tembakan di MR Café  di Cengkareng Barat, telah memakan tiga orang tewas, satu luka.

Kasus penembakan tersebut  dilakukan anggota Polsek Kalideres, Cornelius Siahaan, menewaskan 3 orang di RM Cafe Cengkareng, Jakarta Barat, dia terancam dipecat dari kesatuannya. 

Ketiga korban tewas adalah Sinurat, anggota TNI AD (Keamanan RM Cafe), Feri Saut Simanjuntak, Waiters dan Manik, Kasir RM Cafe. Sedangkan satu korban lainnya, Hutapea, Manager RM Cafe mengalami luka.

Baca juga: Duka Anggota TNI Korban Penembakan di RM Cafe, Praka Martinus Tinggalkan Dua Anak Balita

Tersangka, Cornelius nekad melakukan penembakan diduga lantaran menolak membayar minuman keras (miras) Rp 3.335.000 di cafe tersebut, sehingga terjadi keributan dan berujung penembakan.

Fenomena kasus penembakan yang dilakukan aparat keamanan hingga kini masih terus terjadi. Penembakan terjadi diduga akibat kurangnya pengawasan di internal Polri terhadap anggotanya yang memiliki senjata api.

Ahli Kriminologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, terhadap anggota Polri yang memiliki senjata api pengawasannya harus fokus pada bagaimana yang bersangkutan menggunakan senjatanya secara profesional. 

Baca juga: Kriminolog: Penembakan oleh Oknum Polisi di RM Café Jika Tidak Ditangani Tegas Bisa Membuat Gesekan dengan Instansi Lain

"Ada pemeriksaan kecakapan dan kondisi mental secara berkala. Tapi kalau yang bersangkutan pada dasarnya tidak boleh bawa senjata, maka persoalannya jadi lebih mendasar, bagaimana dia bisa punya senjata," kata Reza kepada Pos Kota, Kamis (25/2/2021).

Dikatakan, pemantauan terhadap kondisi psikis dan fisik personel harus dilakukan secara rutin. Bukan hanya sekali. Apalagi jika polisi menilai situasi kerawanan sedang tinggi, maka pemantauan itu harus lebih sering dilakukan.

"Karena, semakin tinggi kadar stres dalam tugas, semakin rentan pula psikis personel terguncang," katanya.

Reza juga menyebutkan, pemantauan bukan hanya pada kondisi psikis terkait penggunaan senjata. Kondisi psikososial juga patut dicek. Karena, kehidupan sehari-hari personel (baik di kantor maupun di luar kantor) bisa saja berimbas pada performa si personel. 

"Spesifik, dalam hal ini adalah performa saat dia menggunakan senjatanya," tukasnya.

Reza menuturkan, polisi menggunakan Pasal 338 KUHP terhadap pelaku. Sebutlah, ini pembunuhan murni, memang ada niatan untuk menghabisi para korban. Pertanyaannya, dari ketiga korban, apakah pelaku memang membunuh ketiganya.

"Adakah korban yang sesungguhnya sebatas akan dianiaya namun penganiayaan itu mengakibatkan korban meninggal dunia. Jika bisa disisir seperti itu, pasalnya akan berbeda. Bukan 338," tambah Reza.

Reza mengaku tidak tahu bagaimana deskripsi situasi di TKP, kondisi pelaku, dan interaksinya dengan para korban. Jika pelaku mabuk, bagaimana niatan untuk membunuh korban bisa dijelaskan. 

"Kalau benar ada cekcok mulut, cekcoknya seperti apa. Cekcok yang memantik heat of passion, lalu terjadi penembakan, belum tentu bisa disebut sebagai pembunuhan (murder). Bahkan betapa pun korban tewas. Itu sebabnya interaksi antara korban dan pelaku perlu dideskripsikan, bukan hanya disimpulkan "terjadi cekcok"," ucap Reza.

Dengan demikian, kata Reza bagaimana tindak-tanduk para korban juga bisa dinilai seberapa jauh 'kontribusi' mereka bagi terjadinya peristiwa tersebut.

"Terlepas dari itu, saya berharap otoritas penegakan hukum bisa memaksimalkan kerja mereka agar pelaku juga bisa dikenai hukuman maksimal," ujarnya. (Ilham/win)

Tags:
Oknum Anggota Polri Umbar TembakanKriminolog ForensikTerapkan Pemeriksaan KecakapanMental Secara Berkala

Reporter

Administrator

Editor