LEBAK, POSKOTA.CO.ID - Kerumuman massa yang terjadi saat kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (23/2/2021) lalu, mendapatkan sorotan tajam dari para aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) Komisariat La Tansa Mashiro Cabang Lebak.
Kerumunan yang ditimbulkan atas kunjungan Mantan Walikota Solo tersebut dinilai telah melanggar protokol kesehatan (Prokes) yang saat ini tengah digencarkan di tengah Pandemi Covid-19.
Menurut Ketua Umum HMI-MPO Komisariat Latansa Mashiro Cabang Lebak Muhamad Wahyu, atas kerumunan tersebut, Jokowi dapat dikenakan pasal 160 tentang penghasutan yang telah menyebabkan pelanggaran prokes di tengah Pandemi Covid-19 ini.
Baca juga: Iring-iringan Presiden Jokowi di NTT Memicu Kerumunan, Berikut Penjelasan Istana
Pasal tersebut juga dikenakan ke masyarakat yang menimbulkan kerumunan. Indikasi muncul karena dalam acara tersebut Jokowi membagi-bagikan bingkisan kepada warga yang berkerumun.
"Adanya pemberian hadiah yang diberikan oleh pak Jokowi dalam kegiatan tersebut, merupakan unsur kehadiran massa dan menyebabkan kerumunan yang tentu saja itu sudah melanggar prokes," ujar Muhamad Wahyu, Kamis (25/2/2021).
Wahyu menyebut, kerumunan yang terekam dalam video 30 detik dan beredar luar di media sosial itu, nampak Presiden ada di dalam mobil dan kerumunan warga di sekitarnya. Sementara masyarakat mengerubungi mobil berkelir hitam itu, Jokowi terlihat mengenakan masker hitam menjulurkan badannya lewat sunroof mobil dan melambaikan tangan kepada massa.
Presiden yang mengenakan kemeja putih itu bahkan sempat melemparkan bungkusan ke arah kerumunan masyarakat. Aksi tersebut tentunya sangat mengecewakan berbagai pihak.
Wahyu melanjutkan, presiden harusnya bisa mengantisipasi agar hal itu tidak terjadi.
"Kita belum aman dari Covid-19, kasus masih terus meningkat setiap harinya. Seharusnya Pakde (Jokowi) mengingatkan anak buahnya untuk antisipasi hal ini," katanya.
Baca juga: Tinjau Vaksinasi Covid-19 Lansia, Wali Kota Jakarta Utara Pastikan Tak Terjadi Kerumunan
Ia mengatakan, negara Indonesia sendiri adalah negara hukum dan harus mengedepankan kualitas 'Equality before the law' yang ada di negara ini.
Sehingga, pengusutan kerumunan itu harus menunggu inisiatif dari aparat penegak hukum. Wahyu pun berharap, aparat penegak hukum dapat memberikan contoh keadilan dengan menindaklanjuti kerumunan yang disebabkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
"Silakan aparat penegak hukum saatnya berlaku sama, kesamaan di hadapan hukum itu harus di tegakkan karena kita di kenal sebagai negara hukum, demi terbentuknya rasa keadilan di antara kita semua masyarakat bangsa Indonesia. Jelas, kita harus menaruh empati juga kepada mereka yang selama ini sudah telanjur di proses hukum dan mendapatkan sanksi karena sebuah kerumunan," pungkasnya. (yusuf permana/kontributor/ys)