LUMAYAN banyak tanggapan pembaca atas Obrolan Minggu yang Saya tulis hari Ahad yang lalu dengan judul yang sama.
Minggu lalu itu Saya mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan Pilpres secara langsung yang diadakan sejak awal Reformasi.
Soalnya Saya lihat banyak sekali masalahnya, terutama yang berkenaan dengan timbulnya banyak konflik sosial dan penghamburan dana yang luarbiasa banyak.
Seperti semua sudah kita alami dan rasakan bersama, konflik sosial tersebut malahan menjangkiti antar keluarga yang putus silaturrahim akibat beda pilihan, hingga terjadinya pembunuhan di beberapa daerah.
Dalam hal dana, semua parpol dan capres harus mengeluarkan dana milyaran rupiah yang pasti tidak akan mampu ditanggung sendiri. Akibatnya terjadilah “kerjasama” antara Capres dengan cukong tertentu dengan semua dampaknya yang negatif.
Masalah-masalah seperti itu mestinya segera diakhiri agar demokrasi kita berlangsung secara sehat demi persatuan bangsa dan negara kita.
Dalam rangka itulah, kita harus mulai memikirkan untuk mengubah sistem Pilpres langsung menjadi tidak langsung.
Seperti kita tahu, Pilpres langsung adalah peniruan dari a.l. sistem Pilpres AS. Padahal di negara itu, saat ini sedang dibayangi oleh perpecahan bangsa sebagai akibat dari kekalahan Trump dalam Pilpres baru-baru ini.
Sebenarnya, sistem pemilihan kepala pemerintahan bisa juga kita tiru, tentunya dengan penyesuaian dengan kebutuhan kita, dari negara-negara yang menggunakan sistem parlementer seperti Inggris, Belanda, Singapura, Malaysia dll.
Di negara-negara tsb, rakyat memilih wakilnya untuk duduk di DPR. Lalu anggota DPR itulah yang memilih salah satu dari anggota DPR, biasanya Ketua partai mayoritas untuk menjadi Perdana Menteri. Tidak ada keributan. Yang ribut hanya anggota DPR di dalam gedungnya, tidak merembes keluar.
Tentu saja kita tidak bisa meniru begitu saja sistem di Eropa Barat tsb. Sebab mereka menggunakan sistem Parlementer, kita Presidential. Mereka memakai sistem pemilu distrik, kita pakai proporsional. Dan masih ada beberapa perbedaan lainnya.
Tapi para pendiri bangsa kita, Sukarno, Hatta, Syahrir, Supomo dll telah dengan cerdik menemukan cara Pilpres yang efektif dan efisien yaitu melalui MPR ( Majelis Permusyawaratan Rakyat), seperti telah dicantumkan dalam UUD 1945 Asli.
Mengapa kita tidak menggunakan saja lagi sistem tersebut ? Memang ada beberapa kelemahan juga. Misalnya bisa dimanfaatkan agar presiden bertahan sangat lama.
Ada pula kemungkinan permainan uang di kalangan anggota MPR. Tapi money politics itu kan hanya terbatas di kalangan MPR, tidak menyebar ke berbagai lapisan masyarakat seperti dewasa ini.
Pastinya semua sistem Pilpres punya kelemahan masing-masing. Tapi saya pikir sistem yang dirancang oleh para pendiri negara ini adalah sistem terbaik yang bisa kita gunakan lagi. Soal kelemahan dan kekurangannya, biarlah disempurnakan oleh ahlinya.
(Profesor DR Amir Santoso, Gurubesar FISIP UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).